RIAU24.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan lima kesepakatan utama yang tengah dijajaki antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) dalam upaya merespons kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal Presiden Donald Trump.
Langkah ini diambil untuk meredam dampak kebijakan dagang AS yang menetapkan bea masuk hingga 32 persen terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia.
"Pemerintah (Indonesia) telah menjajaki proses, menjalankan komunikasi, dan proses negosiasi dengan pemerintah AS di dalam merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan AS kepada Indonesia dan negara-negara lain di dunia," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara virtual, Kamis (24/4).
Pertama, Indonesia akan menyesuaikan tarif bea masuk untuk sejumlah produk tertentu atau selektif dari AS.
Kedua, pemerintah sepakat untuk meningkatkan impor dari AS, terutama untuk komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri.
Produk-produk yang dimaksud meliputi minyak dan gas bumi (migas), mesin serta peralatan teknologi, dan produk pertanian.
Ketiga, Indonesia akan melakukan reformasi di bidang perpajakan dan kepabeanan.
Keempat, penyesuaian terhadap langkah-langkah non tarif (non tariff measures) juga akan dilakukan.
Fokusnya mencakup kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), kuota impor, deregulasi, serta pertimbangan teknis (pertek) yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga.
Kelima, Indonesia akan menerapkan kebijakan penanggulangan banjir impor melalui mekanisme trade remedies secara responsif dan cepat.
"Berbagai kebijakan dan reform tersebut dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, tetap menjaga stabilitas kebijakan makroekonomi, dan tentu keberlanjutan dari APBN," tegas Sri Mulyani.
Di samping upaya membatalkan tarif AS, pemerintah Indonesia juga gencar memperluas pasar ekspor untuk produk unggulan nasional.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa Indonesia menargetkan kawasan ASEAN Plus Three (China, Jepang, dan Korea Selatan), serta negara-negara dalam blok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), dan kawasan Eropa sebagai tujuan ekspor baru.
(***)