PBB Meminta Rusia untuk Memulangkan Anak-anak Ukraina yang Ditawan

R24/tya
Senator AS Lindsey Graham, seorang Republikan dari Carolina Selatan, berpidato dalam sidang Subkomite Alokasi Senat untuk Negara Bagian, Operasi Luar Negeri, dan Program Terkait yang bertajuk 'Penculikan Anak-Anak Ukraina oleh Federasi Rusia'/ AFP
Senator AS Lindsey Graham, seorang Republikan dari Carolina Selatan, berpidato dalam sidang Subkomite Alokasi Senat untuk Negara Bagian, Operasi Luar Negeri, dan Program Terkait yang bertajuk 'Penculikan Anak-Anak Ukraina oleh Federasi Rusia'/ AFP

RIAU24.COM - Majelis Umum PBB pada hari Rabu (3 Desember) mendesak Rusia untuk segera dan tanpa syarat mengembalikan anak-anak Ukraina yang dipindahkan secara paksa.

Negara-negara anggota memberikan suara 91 banding 12 untuk resolusi yang menuntut pemulangan mereka segera dan tanpa syarat.

Sementara itu, 57 negara abstain, dan Rusia menolak mentah-mentah langkah tersebut.

Resolusi tersebut menuntut Federasi Rusia untuk memastikan pemulangan segera, aman, dan tanpa syarat semua anak Ukraina yang telah dipindahkan atau dideportasi secara paksa.

Resolusi ini juga mendesak diakhirinya indoktrinasi anak-anak Ukraina.

Operasi penculikan negara terbesar dalam sejarah

Resolusi tersebut menyerukan Moskow untuk menghentikan, tanpa penundaan, praktik pemindahan paksa, deportasi, pemisahan dari keluarga dan wali sah, perubahan status pribadi, termasuk melalui kewarganegaraan, adopsi atau penempatan di keluarga angkat, dan indoktrinasi anak-anak Ukraina.

Ukraina mengatakan setidaknya 20.000 anak telah diculik sejak invasi besar-besaran dimulai pada Februari 2022.

Hanya sekitar 1.850 yang berhasil kembali.

Mariana Betsa, Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina, mengatakan kepada majelis, “Rusia sedang melakukan operasi penculikan negara terbesar dalam sejarah, dan bahwa tidak akan ada perdamaian yang adil di Ukraina tanpa segera memulangkan anak-anak kami tanpa syarat."

Pertahanan Moskow

Sementara itu, Rusia bersikeras telah memindahkan beberapa anak ke tempat yang aman dari zona pertempuran aktif.

Wakil utusan Rusia untuk PBB, Maria Zabolotskaya, menepis resolusi tersebut sebagai penuh tuduhan bohong, dengan alasan bahwa suara yang mendukung hanya akan memicu perpecahan.

"Setiap suara untuk resolusi tersebut merupakan dukungan untuk kebohongan, perang, dan konfrontasi. Setiap suara yang menentang merupakan suara untuk perdamaian," tegasnya.

Pemungutan suara tersebut dilakukan saat Amerika Serikat mencoba membuat Rusia dan Ukraina menyetujui rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak