RIAU24.COM -Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menolak keras usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Mantan Presiden ke-2 RI Soeharto.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menilai langkah ini sarat kepentingan pribadi dan politis dari Prabowo Subianto yang merupakan mantan menantu dari Soeharto sendiri.
Ia melihat secara formal, Soeharto sosok yang kontroversial dengan banyaknya pelanggaran kemanusiaan yang dlakukan selama 32 tahun menjabat.
“Dia selama mungkin 32 tahun, selama menjadi presiden kedua Republik Indonesia, ada banyak sekali tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi, semenjak tahun 1965–1966, lalu kemudian diakhiri dengan sejumlah peristiwa kekerasan negara tahun 1998 sebelum lengsernya Soeharto yang dipaksa mundur oleh rakyat tanggal 21 Mei 1998,” ujarnya saat melakukan aksi di depan Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta Pusat, Kamis (6/11/2025).
“Pemberian gelar pahlawan Soeharto bisa diartikan sebagai sebuah upaya cuci dosa atau upaya untuk melanggungkan impunitas oleh pemerintah Republik Indonesia,” ucapnya.
Ia menyebut bahwa nama Seoharto terseret dalam sembilan kasus yang diselidiki secara pro-justisia oleh Komnas HAM, mulai dari tragedi 1965 hingg apenculikan aktivis 1998.
"Ada tujuh yayasan yang diketuai oleh Soeharto atau yang merupakan kepemilikan dari Soeharto termasuk Yayasan Supersemar yang didakwa melakukan money laundering,” kata Dimas.
Hal ini bagi Dimas, menguntung Prabowo secara pribadi.
Lalu secara politis, Prabowo yang semakin kuat hubungannya dengan Golkar yang juga dekat dengan keluarga cendana.
“Keuntungannya tentu keuntungan pribadi buat Prabowo. Pertama, Prabowo adalah bekas menantu dari Soeharto. Tentu kemudian kalau bisa kita lihat bahwa kemudian gelar pahlawan ini ada muatan untuk merekonsiliasi dirinya dengan keluarga Cendana,” katanya.
Atas alasan tersebut, ia menilai tidak ada keuntungan sosial bagi bangsa dalam memberikan gelar pahlawan untuk Soeharto.
“Keuntungan sosialnya tentu bisa diperdebatkan karena lagi-lagi memberikan gelar pahlawan nasional pada orang yang didakwa melanggar hak asasi manusia, yang didakwa melakukan korupsi, merugikan negara, dan didakwa melakukan sejumlah pelanggaran-pelanggaran lingkungan,” lanjut Dimas.
(***)