RIAU24.COM - Pemerintahan Donald Trump pada hari Kamis (30 Oktober) mengumumkan rencana untuk mengurangi drastis jumlah pengungsi yang masuk ke Amerika Serikat setiap tahunnya.
Berdasarkan kebijakan baru ini, Amerika Serikat tahun depan (2026) hanya akan menerima 7.500 pengungsi — jumlah terendah dalam sejarah modern — sambil memprioritaskan warga kulit putih Afrika Selatan.
Sebuah memo Gedung Putih yang dirilis pada hari Kamis menyatakan bahwa kebijakan baru ini akan menguntungkan warga Afrikaner dari Afrika Selatan dan korban diskriminasi ilegal atau tidak adil lainnya di negara asal mereka masing-masing.
Langkah ini menandai perubahan drastis dari kebijakan pengungsi era Biden, yang menerima lebih dari 100.000 orang setiap tahunnya.
Dokumen tersebut menyatakan bahwa jumlah penerimaan terutama akan dialokasikan untuk warga Afrikaner dari Afrika Selatan.
Namun, pemerintah Afrika Selatan telah berulang kali membantah bahwa warga kulit putih menghadapi penganiayaan, dan menyebut klaim tersebut bermotif politik.
Trump telah lama mengambil sikap keras terhadap imigrasi, mendorong deportasi massal dan menangguhkan Program Penerimaan Pengungsi AS di awal masa jabatan pertamanya.
Namun, ia telah menetapkan pengecualian bagi warga kulit putih Afrika Selatan, menggambarkan situasi mereka sebagai kasus genosida yang mengerikan, sebuah klaim yang banyak dibantah oleh para ahli dan otoritas Afrika Selatan.
Sekitar 50 warga Afrikaner — keturunan para pemukim Eropa awal di negara itu — dimukimkan kembali di AS awal tahun ini melalui program kemanusiaan khusus.
Para kritikus mengatakan langkah pemerintah ini melemahkan kepemimpinan AS selama puluhan tahun dalam perlindungan pengungsi.
Aaron Reichlin-Melnick dari Dewan Imigrasi Amerika menyebut kebijakan baru ini sebagai kejatuhan bagi permata program kemanusiaan internasional Amerika.
Krish O'Mara Vignarajah, kepala Global Refuge, memperingatkan bahwa mempersempit program demi satu kelompok merusak tujuan sekaligus kredibilitas program.
Ia menekankan bahwa, "selama lebih dari empat dekade, program pengungsi AS telah menjadi penyelamat bagi keluarga yang melarikan diri dari perang, penganiayaan, dan penindasan," dan bahwa krisis di Afghanistan, Venezuela, dan Sudan terus menyebabkan jutaan orang mengungsi.
Menurut AFP, warga kulit putih Afrika Selatan hanya mencakup sekitar 7 persen dari populasi Afrika Selatan tetapi tetap jauh lebih kaya rata-rata daripada mayoritas warga kulit hitam dan masih memiliki sebagian besar lahan pertanian negara itu.
Status Perlindungan Sementara dalam bahaya?
Pemerintahan Trump juga mulai menghapuskan Status Perlindungan Sementara (TPS) bagi warga negara Afghanistan, Haiti, dan Venezuela — program yang dimaksudkan untuk melindungi mereka yang melarikan diri dari perang atau bencana dari deportasi.
(***)
 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                