Kenali Sanae Takaichi, Seorang Perdana Menteri Wanita Pertama Jepang

R24/tya
Perdana Menteri baru Jepang, Sanae Takaichi, tiba di kantor perdana menteri di Tokyo pada 21 Oktober 2025/ AFP
Perdana Menteri baru Jepang, Sanae Takaichi, tiba di kantor perdana menteri di Tokyo pada 21 Oktober 2025/ AFP

RIAU24.COM - Dalam sebuah perubahan mengejutkan dalam sejarah politik Jepang, Sanae Takaichi, seorang veteran konservatif yang telah lama dikaitkan dengan sayap kanan, terpilih sebagai perdana menteri perempuan pertama negara itu pada hari Selasa.

Ia mengakhiri hampir delapan dekade kepemimpinan laki-laki yang tak terputus di Jepang.

Takaichi yang berusia 64 tahun memenangkan pemilihan setelah memperoleh 237 suara di Majelis Rendah yang beranggotakan 465 orang dan menggantikan Shigeru Ishiba, yang mengundurkan diri bulan lalu setelah mengalami kemunduran elektoral bagi partainya.

Pengangkatannya dikonfirmasi oleh Majelis Tinggi dan membuka jalan bagi pelantikannya sebagai perdana menteri Jepang ke-104.

Latar belakang dan karier politik Sanae Takaichi

Sanae Takaichi lahir di Prefektur Nara pada tahun 1961 dan lulus dari Universitas Kobe.

Ayahnya adalah seorang pekerja kantoran dan ibunya adalah seorang polisi.

Latar belakang Takaichi lebih sederhana dibandingkan dengan beberapa anggota senior LDP, yang seringkali berasal dari institusi elit seperti Universitas Tokyo atau Harvard Kennedy School.

Politik jauh dari kehidupan awalnya karena ia adalah seorang drummer heavy metal yang bersemangat, dikenal karena sering mematahkan stik drum di tengah pertunjukan dan selalu membawa drum cadangan.

Ia juga menikmati menyelam dan mobil; Toyota Supra kesayangannya kini dipamerkan di sebuah museum di Nara, menurut laporan BBC.

Sebelum terjun ke dunia politik, Takaichi sempat bekerja sebagai presenter televisi.

Kebangkitan politiknya terjadi pada tahun 1980-an, di tengah ketegangan hubungan dagang AS-Jepang.

Berusaha memahami bagaimana masyarakat Amerika memandang Jepang, ia bergabung dengan kantor anggota kongres dari Partai Demokrat, Patricia Schroeder, seorang kritikus Jepang yang vokal pada saat itu.

Setelah Takaichi menyaksikan pencampuran bahasa dan masakan Jepang, China, dan Korea, serta mengamati Jepang sering dikelompokkan bersama Cina dan Korea Selatan, ia ikut serta dalam pemilihan parlemen pertamanya pada tahun 1992 sebagai calon independen tetapi kalah.

Kemudian, ia memenangkan kursi setahun kemudian dan bergabung dengan LDP pada tahun 1996.

Sejak itu, ia telah terpilih sebagai anggota parlemen sebanyak 10 kali, dan hanya kalah sekali.

Berkat pencapaian ini, ia membangun reputasi sebagai salah satu suara konservatif LDP yang paling vokal.

Termasuk menteri keamanan ekonomi, menteri negara perdagangan dan industri, dan masa jabatan yang memecahkan rekor sebagai menteri urusan dalam negeri dan komunikasi, Takaichi juga pernah memegang beberapa peran senior di pemerintahan.

Takaichi mencalonkan diri untuk kepemimpinan LDP pada tahun 2021, tetapi dikalahkan oleh Fumio Kishida.

Ia kembali mencalonkan diri pada tahun 2024, unggul di putaran pertama pemungutan suara, tetapi akhirnya kalah dari Shigeru Ishiba.

Pada upaya ketiganya tahun ini, ia akhirnya menang, memposisikan dirinya sebagai perdana menteri perempuan pertama Jepang sambil menunggu persetujuan parlemen.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak