Purbaya Bandingkan Pertumbuhan Ekonomi Masa SBY dan Jokowi

R24/zura
Menteri Keuangan Purbaya. (Tangkapan Layar)
Menteri Keuangan Purbaya. (Tangkapan Layar)

RIAU24.COM - Dalam sebuah acara, Purbaya membandingkan ekonomi  era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan era Joko Widodo (Jokowi).

Dia menyebut, kedua presiden memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengelola negara.

Jika dibandingkan, dia blak-blakan ekonomi Indonesia masih lebih baik ketika dipimpin SBY. Saat SBY memimpin, dia menyebut ekonomi membaik dan rakyat hidup makmur

Perbandingan tajam dua dekade kepemimpinan ekonomi Indonesia itu disampaikan Menkeu Purbaya dalam acara Investor Daily Summit 2025 pada Kamis (9/10/2025).

Menurut Menkeu Purbaya, era SBY (2004-2014) ekonomi lebih sehat karena digerakkan sektor swasta dengan pertumbuhan ekonomi mendekati 6 persen, uang beredar 17 persen , dan kredit 22 persen .

Kondisi tersebut mencerminkan adanya dinamika ekonomi yang hidup, terutama karena peran aktif sektor swasta dan investasi domestik yang kuat.

Sementara era Jokowi (2014-2024), justru terlalu bergantung pada belanja infrastruktur pemerintah, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen , uang beredar 7 persen , dan kredit di bawah 

Diakui Purbaya, di zaman SBY rakyat cukup makmur karena tak banyak membangun infrastruktur.

“Zaman SBY meski tak banyak bangun infrastruktur, rakyat makmur,” ujar Purbaya dalam Investor Daily Summit 2025.

Sementara itu, Purbaya mengakui mesin ekonomi era Jokowi pincang karena swasta lamban bergerak dan pertumbuhan uang beredar terlalu rendah untuk menopang aktivitas ekonomi.

Disampaikan Purbaya, di era Jokowi perbankan harus berhenti karena kebijakan di sisi keuangan cenderung terlalu ketat.

Sehingga di beberapa sektor tak berhasil tumbuh dengan optimal.

“Mesin ekonomi kita jadi pincang karena sektor swasta lamban bergerak,” kata Purbaya

Purbaya menilai perlambatan ekonomi era Jokowi bukan semata akibat belanja infrastruktur, melainkan karena kurangnya keberanian perbankan menyalurkan kredit dan lambannya ekspansi usaha baru di sektor produktif

Seperti diketahui, sejak era Presiden Joko Widodo alias Jokowi, utang negara meroket bak meteor.

Keinginan Jokowi membangun infrastruktur, mengakibatkan negara butuh pinjaman besar, hingga akhirnya tembus Rp 9.138 triliun.

Buat rakyat awam tentu sangat terkejut, hingga berpikir apa mampu Indonesia membayar utang sebesar itu?

Terkait utang negara yang sangat besar itu, ternyata di mata Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa masih dalam level aman.

Sebab menurut Purbaya, total utang negara tersebut masih 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Dan kalau acuan utang bahaya besar apa enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja, tapi diperbandingkan dengan sektor ekonominya," ucapnya saat Media Gathering di Bogor, dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (11/10/2025).

"Ini kan masih di bawah 39 persen dari PDB kan, jadi dari skandal ukuran internasional itu masih aman," imbuhnya.

Menurut Purbaya, pemerintah memastikan nilai utang pemerintah itu digunakan sebaik mungkin, dengan mengurangi penerbitan utang dan memaksimalkan belanja pemerintah.

"Tapi ya, jadi utang itu jangan dipakai untuk menciptakan sentimen negatif ke ekonomi kita," katanya. 

"Karena dari standar nasional, dari standar internasional yang ada dimana-mana kita cukup pruden," ucap Purbaya.

"Ke depan kita akan cepat coba kontrol belanja pemerintah kita, supaya lebih baik, sehingga yang nggak perlu-perlu saya bisa mulai potong," sambungnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah hingga akhir Juni 2025 tembus Rp 9.138 triliun.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, utang negara sebesar Rp 9.138 triliun ini setara dengan 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Berdasarkan rinciannya, nominal utang per akhir Juni terdiri dari pinjaman Rp 1.157,18 triliun, pinjaman dari luar negeri Rp 1.108.17 triliun, serta pinjaman dalam negeri Rp 49,01 triliun.

Sementara utang yang diperoleh dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 7.980,87 triliun.

Nominal penerbitan SBN yang berdenominasi rupiah masih menominasi dengan nilai Rp 6.484,12 triliun. Sedangkan yang berdominasi valas sebesar Rp 1.496,75 triliun.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak