RIAU24.COM - Para ilmuwan menemukan potongan DNA raksasa misterius dalam mikrobioma mulut manusia. Kumpulan bakteri dan mikroba lain yang hidup di rongga mulut.
Temuan ini diyakini dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh dan bahkan berkaitan dengan risiko munculnya beberapa jenis kanker.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications itu mengungkap fitur baru dalam mikrobioma mulut.
Potongan DNA besar yang terpisah dari genom utama bakteri. Potongan DNA ini disebut memiliki keterkaitan dengan perubahan pada sistem imun dan kejadian kanker tertentu.
Baca Juga: Benarkan Trump Bakal Danai dan Jamin Pembangunan Kembali Terjadi di Gaza?
“Temuan ini merupakan potongan teka-teki baru yang membantu kita memahami hubungan antara mikrobioma mulut, kesehatan, dan penyakit manusia,” kata Floyd Dewhirst, profesor di ADA Forsyth Institute yang tidak terlibat dalam penelitian, kepada Live Science.
Dalam satu dekade terakhir, berbagai studi mikrobioma menunjukkan mikroorganisme di tubuh memainkan peran penting dalam kesehatan manusia.
Namun, masih banyak kaitan antara mikrobioma dan kondisi kesehatan yang belum terjelaskan secara genetik.
Tim dari Universitas Tokyo yang dipimpin Yutaka Suzuki meneliti celah tersebut, terinspirasi oleh penemuan sebelumnya tentang extrachromosomal elements (ECEs) berukuran besar pada bakteri tanah.
ECE adalah potongan DNA yang terpisah dari genom utama, mirip dengan DNA mitokondria pada manusia.
Penulis utama studi, Yuya Kiguchi (kini di Stanford University), menduga ECE berukuran besar juga bisa ditemukan pada bakteri yang hidup di tubuh manusia.
“Mungkin banyak elemen DNA raksasa seperti ini di lingkungan atau di mikrobioma manusia, tetapi sejauh ini belum ada contoh dari mikrobioma komensal manusia,” ujarnya.
Melalui analisis sampel air liur dari ratusan orang, para peneliti menemukan untuk pertama kalinya bahwa potongan DNA raksasa tersebut memang ada di mikrobioma mulut manusia.
Mereka menamainya “inocles”, singkatan dari insertion sequence encoded; oral origin; circle genomic structure. Sekitar 74% peserta diketahui memiliki DNA jenis ini di mulutnya.
Penemuan ini dimungkinkan berkat penggunaan teknologi long-read sequencing, yang mampu membaca potongan DNA lebih panjang dan kompleks dibandingkan metode konvensional.
Hasil analisis menunjukkan bahwa variasi kadar inocles berkaitan dengan perbedaan respons imun terhadap infeksi bakteri dan virus.
Menariknya, dari 68 partisipan yang menderita kanker kepala-leher atau kolorektal, tingkat inocles mereka lebih rendah dibandingkan dengan individu tanpa kanker.
Baca Juga: Ketika Donald Trump ‘Memuji’ Netanyahu Sebagai 'Pahlawan' Gencatan Senjata Gaza
Hal ini membuka peluang bagi inocles untuk dijadikan penanda biologis (biomarker) dalam diagnosis kanker di masa depan.
Langkah berikutnya, para peneliti berencana menumbuhkan inocles di laboratorium untuk memahami fungsinya dan bagaimana DNA raksasa ini berpindah antar bakteri maupun ke tubuh manusia.
“Sekarang kita tahu bahwa inocles ada, langkah selanjutnya adalah mencari tahu fungsi dan perannya dalam kesehatan serta penyakit,” ujar Dewhirst.