Amnesty International Nilai Pidato Prabowo di PBB Tak Sejalan dengan Kebijakan Indonesia 

R24/zura
Amnesty International Nilai Pidato Prabowo di PBB Tak Sejalan dengan Kebijakan Indonesia.
Amnesty International Nilai Pidato Prabowo di PBB Tak Sejalan dengan Kebijakan Indonesia.

RIAU24.COM Amnesty International Indonesia menilai pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB beberapa waktu lalu tak sejalan dengan kebijakan Indonesia.

"Pidato presiden di PBB menyebut kesetaraan, keadilan, perdamaian, dan menawarkan 20.000 pasukan Indonesia untuk misi penjaga perdamaian. Retorika yang terdengar mulia itu berbanding terbalik dengan kebijakan luar dan dalam negeri dalam isu yang diangkat," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam keterangannya, Kamis (25/9).

Kata Usman, dalam pidatonya Prabowo tak lantang menyebut yang terjadi di Palestina sebagai genosida. 

Padahal, PBB dan lembaga HAM internasional telah mengkonfirmasi terjadi genosida di Palestina yang dilakukan Israel.

Usman menyebut penggunaan kata 'catastrophe' oleh Prabowo untuk menjelaskan situasi Gaza justru berpotensi mengaburkan tanggung jawab Israel atas genosida.

Padahal, penting bagi komunitas internasional, termasuk Indonesia, untuk mengakhiri genosida dan mengadili yang bertanggung jawab.

"Indonesia semestinya mendesak Israel membongkar permukiman ilegal dan berhenti berdagang atau berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang berkontribusi terhadap genosida, apartheid, atau pendudukan ilegal Israel," ujarnya.

Hal ini juga sejalan dengan Advisory Opinion ICJ Juli 2024. Di mana, Indonesia harus menyerukan mengakhiri pendudukan militer Israel didasarkan pada fakta bahwa pendudukan tersebut merupakan akar penyebab pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan berkepanjangan terhadap warga Palestina.

Kemudian, di tingkat kebijakan nasional, Indonesia juga semestinya meneguhkan lagi komitmen untuk meratifikasi Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional.

Ratifikasi ICC masuk dalam empat kali RANHAM sejak 1998, tapi hilang dalam RANHAM kelima di era pemerintahan Presiden ke -7 RI Joko Widodo.

"Pidato di PBB memang penting. Tapi kredibilitas Indonesia di mata dunia tidak ditentukan oleh pidato yang menggebu dan kata-kata indah, tapi tindakan nyata," ucap Usman.

"Apa yang dikatakan semestinya sesuai dengan apa yang dilakukan. Selain krisis Palestina, Indonesia perlu membuat terobosan dalam mengakhiri pelanggaran HAM yang berat terhadap Rohingya," sambungnya.

Di sisi lain, Usman menyebut jangan hanya lantang bersuara terkait pelanggaran HAM di Palestina, tapi melupakan kondisi yang terjadi Indonesia.

"Tidak ada pengakuan terhadap pelanggaran HAM yang terjadi pascakemerdekaan, apalagi komitmen menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi setelah periode kolonialisme berakhir. Pengakuan negara adalah elemen penting untuk menghadirkan keadilan bagi keluarga korban. Sayangnya ini tidak terlihat dalam pidato Presiden," tutur dia.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak