RIAU24.COM - Polemik dugaan ijazah palsu kembali menyeruak di panggung politik nasional. Setelah sebelumnya isu serupa menimpa Presiden Joko Widodo, kini sorotan publik mengarah pada putranya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Isu ini mencuat setelah sejumlah pihak meragukan keabsahan dokumen pendidikan Gibran yang digunakan saat mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2024. Pegiat sosial sekaligus eksponen Angkatan Reformasi 1998, Anrianto Andri, menilai persoalan ini jauh lebih serius dibanding kasus ijazah Jokowi.
“Persoalan ijazah Gibran lebih serius dari bapaknya. Karena Gibran sedang menjabat, ada konsekuensi hukum manakala terbukti ijazahnya tidak ada. Persyaratan minimum untuk calon presiden dan wapres adalah ijazah SMA atau sederajat,” kata Anrianto kepada KBA News, Senin (22/9/2025).
Penelitian Trio Pengkaji
Keraguan itu, kata Anrianto, menguat setelah penelitian yang dilakukan tiga nama publik: Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziyah Tyassuma. Mereka menyebut terdapat indikasi bahwa Gibran tidak memiliki ijazah SMA, apalagi strata sarjana (S1).
“Untuk menjadi guru SD saja disyaratkan sarjana. Apalagi presiden dan wakil presiden, seharusnya minimal lulusan perguruan tinggi. Jika Gibran hanya tamat SMP, ini fatal dan memalukan bagi negara sebesar Indonesia,” ujarnya.
Anrianto menilai hal itu bukan sekadar syarat administratif, melainkan menyangkut kapasitas intelektual seorang pemimpin. “Seringkali Gibran terlihat tidak pas ketika berbicara. Pertanyaan yang diajukan tidak sejalan dengan jawaban yang keluar. Itu bukan hanya kesan satu dua orang, tapi sudah menjadi rahasia umum,” tambahnya.
Gugatan Hukum dan Etika Politik
Dugaan ijazah bermasalah ini bahkan sudah bergulir ke ranah hukum. Seorang warga negara bernama Subhan Palal tercatat menggugat Gibran secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan itu terkait dugaan penggunaan dokumen pendidikan yang tidak sah.
Lebih jauh, Anrianto menyinggung soal rekam jejak etika politik Gibran. Ia mengutip keyakinan Roy Suryo yang menyebut Gibran diduga berada di balik akun media sosial bernama “Fufufafa”, yang aktif menyerang Prabowo Subianto pada Pilpres 2019. Akun tersebut kerap menggunakan bahasa kasar, bahkan tercatat mengikuti sejumlah situs judi online dan konten dewasa.
“Dengan segala macam ulah itu, sepantasnya Gibran dimakzulkan. Desakan pemakzulan juga sudah lama datang dari sejumlah purnawirawan TNI yang khawatir negara ini dipimpin oleh sosok yang tidak kompeten,” ujar Anrianto.
Desakan Pemakzulan
Menurutnya, jika Gibran tidak segera mundur, opsi pemakzulan melalui DPR/MPR perlu ditempuh. “Sebaiknya Gibran mundur. Ia tidak punya legacy sebagai pemimpin. Kalau tidak, undang-undang pemakzulan sebaiknya diaktifkan. Partai pengusung berhak mengajukan dua calon pengganti ke MPR,” kata dia menegaskan.
Hingga kini, pihak Gibran Rakabuming maupun Istana belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ini. Namun, polemik tersebut menambah panjang daftar kontroversi politik yang membayangi pemerintahan baru.
(***)