Protes Besar-besaran di Prancis di Tengah Ketidakstabilan Politik, Pengunjuk Rasa Bentrok dengan Polisi

R24/tya
protes Prancis /AFP
protes Prancis /AFP

RIAU24.COM - Sebuah protes nasional digelar di Prancis pada Kamis (18 September) untuk menentang kebijakan penghematan Presiden Emmanuel Macron di tengah ketidakstabilan politik di negara tersebut.

Lebih dari 80.000 polisi dan gendarme telah dikerahkan di seluruh Prancis, didukung oleh drone, kendaraan lapis baja, dan meriam air.

Kementerian Dalam Negeri memperkirakan 600.000 hingga 900.000 orang akan bergabung dalam protes nasional tersebut.

Hingga Kamis siang, sekitar 76.500 orang telah berpartisipasi, dengan Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau mencatat bahwa demonstrasi tersebut tidak seintensif yang diantisipasi, lapor AFP.

Mengapa para pengunjuk rasa marah?

Para pengunjuk rasa mengganggu transportasi umum dan sekolah-sekolah ditutup saat mereka turun ke jalan.

Bentrokan juga dilaporkan terjadi dengan polisi. Polisi di Paris dan Marseille menggunakan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa.

Di Lyon, seorang jurnalis France TV dan seorang petugas polisi terluka dalam bentrokan tersebut. Di Lille, para pengunjuk rasa memblokir terminal bus.

"Tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa kami di sini, bahwa kami muak dengan pajak yang sangat tinggi," seorang pengunjuk rasa dikutip oleh AFP.

Mengapa orang marah pada Macron?

Kemarahan publik terhadap Presiden Emmanuel Macron telah meningkat sejak awal 2023, ketika pemerintahannya meloloskan reformasi pensiun yang sangat tidak popular, menaikkan usia pensiun—tanpa pemungutan suara parlemen.

Hal ini memicu protes dan kerusuhan selama berbulan-bulan.

Kini, dengan hanya 18 bulan tersisa masa jabatan dan menghadapi tingkat penerimaan yang sangat rendah, Macron dipandang oleh banyak orang sebagai akar penyebab kekacauan politik dan sosial negara tersebut.

Kritikus seperti Jean-Luc Mélenchon secara terbuka menyalahkannya atas kekacauan yang terjadi, dengan mengatakan bahwa tindakannya secara langsung telah memicu kerusuhan tersebut.

Rancangan anggaran penghematan sebesar 44 miliar euro ($52 miliar) oleh pemerintah Prancis telah menjadi alasan utama mengapa mantan Perdana Menteri Francois Bayrou menghadapi kemarahan besar.

Kini, Perdana Menteri baru Sebastien Lecornu juga menghadapi tekanan yang sama.

Terlebih lagi karena Lecornu adalah mantan menteri pertahanan dan sekutu dekat Macron.

Pihak berwenang mengkhawatirkan eskalasi lebih lanjut, dengan kekhawatiran bahwa kelompok-kelompok kekerasan dapat membajak protes, yang mendorong polisi untuk mendesak bisnis-bisnis di pusat kota Paris untuk tutup selama demonstrasi.

Protes sebelumnya pada 10 September gagal mencapai tujuannya untuk memblokir segalanya, tetapi kerusuhan terbaru menunjukkan bahwa kebijakan Macron terus mengobarkan ketegangan di seluruh negeri.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak