Statement Sri Mulyani soal Guru 'Beban Negara' Tuai Gelombang Protes Publik

R24/zura
Statement Sri Mulyani soal Guru 'Beban Negara' Tuai Gelombang Protes Publik. (X/Foto)
Statement Sri Mulyani soal Guru 'Beban Negara' Tuai Gelombang Protes Publik. (X/Foto)

RIAU24.COM -Ucapan yang dilontarkan oleh menteri Keuangan Seri Mulyani saat menyebut guru sebagai "beban negara" menuai gelombang protes dari publik secara masif.

Potongan video dari Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri ITB pada 7 Agustus 2025, yang memperlihatkan Menkeu menyinggung soal rendahnya gaji guru, tunjangan kinerja, serta tantangan keuangan negara.

Namun gaya penyampaian yang dinilai enteng dan bernuansa guyon justru melukai hati para pendidik.

Masyarakat pun bereaksi keras. Guru, dosen, hingga akademisi menilai ucapan tersebut tidak pantas keluar dari seorang pejabat negara.

“Ucapan Sri Mulyani tidak manusiawi dan jauh dari empati,” tegas salah seorang akademisi Universitas Muhammadiyah Surabaya seperti dikutip Melintas.id.

Profesi guru selama ini dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, berperan penting dalam mencerdaskan generasi bangsa.

Ketika jerih payah mereka justru disamakan dengan beban negara, kekecewaan mendalam pun tak terelakkan.

Nasib Guru Masih Memprihatinkan

Realitas di lapangan menunjukkan banyak guru, terutama di sekolah swasta, masih hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Tak jarang ada yang tetap mengajar meski berbulan-bulan tidak menerima gaji, bahkan harus mencari penghasilan tambahan sebagai pedagang, ojek online, hingga pekerja serabutan.

Guru swasta pun kerap mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk memperoleh gaji.

Jika pernyataan Sri Mulyani diartikan sebagai sinyal pengurangan tunjangan atau pemotongan dana BOS, dampaknya dinilai bisa fatal.

“Banyak guru bisa berhenti mengajar karena tidak ada kepastian penghasilan,” ujar seorang pemerhati pendidikan.

Publik Soroti Inkonsistensi Anggaran

Sri Mulyani beralasan APBN tengah defisit hingga Rp204,2 triliun pada pertengahan 2025. Namun, publik menyoroti inkonsistensi kebijakan anggaran pemerintah.

Anggaran untuk mobil dinas menteri, rapat dengan konsumsi mewah, hingga tarif hotel dinas yang fantastis tetap berjalan.

Rencana kenaikan gaji anggota DPR hingga ratusan juta per bulan juga tetap digulirkan, sementara kesejahteraan guru dipandang sebagai beban.

Kritik makin tajam ketika publik membandingkan sikap pemerintah terhadap kasus korupsi. Uang negara yang dirampok koruptor dinilai tidak pernah benar-benar kembali ke rakyat.

Guru Adalah Investasi, Bukan Beban

Pengamat pendidikan menegaskan, ucapan yang menyebut guru sebagai beban negara jelas keliru.

“Guru adalah investasi jangka panjang yang menentukan kualitas sumber daya manusia Indonesia,” ujar salah satu analis kebijakan publik.

Di banyak negara, profesi guru mendapat penghormatan tinggi dengan fasilitas dan kesejahteraan layak.

Di Indonesia, sebaliknya: gaji rendah, beban kerja berat, dan minim penghargaan. Kondisi ini membuat generasi muda enggan menjadikan guru sebagai pilihan karier.

Empati Pejabat Publik Diuji

Kontroversi ini dinilai menjadi pelajaran penting bahwa pejabat publik harus berhati-hati dalam memilih kata. Bukan hanya soal retorika, tetapi juga soal empati terhadap realitas hidup rakyat.

Masyarakat berharap pemerintah lebih bijak dalam mengelola anggaran, dengan efisiensi pada pos-pos tidak produktif, bukan sektor pendidikan.

“Guru adalah pilar peradaban. Jika kesejahteraan mereka terus diabaikan, maka masa depan bangsa yang akan dipertaruhkan,” pungkas seorang tokoh pendidikan.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak