RIAU24.COM - Setelah pertemuannya dengan Presiden AS Donald Trump di Alaska, Vladimir Putin kembali menyalahkan Barat atas perang di Ukraina.
Presiden Rusia tersebut menegaskan bahwa masalah sebenarnya, atau yang disebut akar penyebabnya, terletak pada apa yang disebutnya situasi di sekitar Ukraina. Yang ia maksud adalah pergulatan panjang atas keamanan Rusia dan posisinya di dunia.
Keseimbangan kekuatan di pusat
Putin mengatakan akar penyebab konflik ini adalah runtuhnya apa yang ia pandang sebagai keseimbangan yang adil dalam bidang keamanan di Eropa dan dunia secara keseluruhan.
Ia mengatakan perdamaian hanya dapat terwujud jika keseimbangan tersebut dipulihkan, dengan Rusia diperlakukan setara dengan Amerika Serikat dan NATO.
Bagi Kremlin, ini berarti menghapus dominasi Barat sejak Uni Soviet pecah pada tahun 1991 selama Perang Dingin.
Mengklaim Rusia adalah korban
Putin telah berulang kali menyebut perang itu sebagai tragedi, dengan mengatakan bahwa Rusia dan Ukraina memiliki akar yang sama.
Ia mengatakan ingin perang itu berakhir, tetapi menyalahkan Barat karena mendorong Ukraina menjauh dari Rusia.
Dalam pandangannya, Rusia bukanlah agresor, melainkan menggambarkan negaranya sebagai korban perundungan Barat.
Ekspansi NATO sebagai pemicunya
Selama bertahun-tahun, Putin mengatakan bahwa pertumbuhan NATO di Eropa Timur adalah alasan utama konflik tersebut.
Negara-negara seperti Polandia dan Rumania bergabung dengan NATO setelah Uni Soviet runtuh. Ketika Ukraina ingin mengikuti jejak yang sama, Rusia menarik garis merah.
Para pemimpin Barat menolak tuntutan Moskow untuk menghentikan ekspansi NATO, dan tak lama kemudian, Rusia menginvasi.
Pola pikir Perang Dingin
Bagi Putin, akar permasalahannya bukan tentang Ukraina itu sendiri, melainkan lebih tentang memulihkan posisi Rusia sebagai kekuatan global, setara dengan Amerika Serikat dan dihormati di Eropa.
Pola pikir Putin adalah memulihkan Rusia sebagai salah satu dari dua negara adidaya global dan menghidupkan kembali tatanan Perang Dingin, di mana Moskow memegang kendali atas negara-negara tetangganya dan menduduki posisi puncak dalam perpolitikan dunia.
Sebuah pertaruhan yang menjadi bumerang
Namun, alih-alih melemahkan NATO, invasi Rusia justru memperkuatnya.
Finlandia dan Swedia, yang dulunya netral, kini telah bergabung dengan aliansi tersebut, yang semakin mendekatkan NATO dengan perbatasan Rusia.
Apa yang Putin anggap sebagai perbaikan ketidakseimbangan justru memperdalamnya.
(***)