Israel Bersiap untuk Pertempuran dan Pengambilalihan Kota Gaza

R24/tya
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tiba untuk bertemu dengan keluarga sandera Israel Evyatar David, seorang sandera yang ditawan di Jalur Gaza oleh militan Palestina sejak serangan Oktober 2023 /AFP
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tiba untuk bertemu dengan keluarga sandera Israel Evyatar David, seorang sandera yang ditawan di Jalur Gaza oleh militan Palestina sejak serangan Oktober 2023 /AFP

RIAU24.COM - Di tengah lanskap perkotaan yang padat, dengan kemungkinan ribuan pejuang Hamas yang menunggu, merebut Kota Gaza akan menjadi perjuangan yang sulit dan mahal bagi tentara Israel, pernyataan para pakar keamanan.

Pada hari Minggu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memaparkan visinya tentang kemenangan di Gaza setelah perang selama 22 bulan, dengan militer diperintahkan untuk menyerang benteng terakhir Hamas di Kota Gaza dan kamp-kamp pusat di selatan.

Dengan populasi sebelum perang sekitar 760.000 jiwa, menurut angka resmi, Kota Gaza merupakan wilayah kota terbesar di wilayah Palestina.

Namun, setelah serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada tahun 2023 yang memicu perang, populasinya malah bertambah banyak, dengan ribuan orang mengungsi melarikan diri dari operasi militer intensif di utara.

Kota Gaza sendiri telah mengalami pemboman udara yang hebat, dan bangunan apartemen yang tersisa kini berdekatan dengan tenda dan tempat berlindung darurat lainnya.

Amir Avivi, mantan jenderal Israel dan kepala lembaga pemikir Forum Pertahanan dan Keamanan Israel, menggambarkan kota itu sebagai jantung kekuasaan Hamas di Gaza.

“Kota Gaza selalu menjadi pusat pemerintahan dan juga memiliki brigade Hamas yang terkuat,” ujarnya.

Tantangan pertama bagi pasukan Israel berkaitan dengan seruan Netanyahu untuk evakuasi warga sipil, bagaimana tindakan seperti itu akan dilakukan masih belum jelas.

Tidak seperti wilayah lain di Jalur Gaza, di mana sebagian besar penduduknya telah mengungsi setidaknya satu kali, sekitar 300.000 penduduk Kota Gaza belum pindah sejak pecahnya konflik, menurut Avivi.

Israel telah mencoba mendorong warga sipil lebih jauh ke selatan ke apa yang disebut zona kemanusiaan yang didirikan oleh militer, tetapi kemungkinan hanya ada sedikit ruang untuk menampung lebih banyak pendatang.

"Anda tidak bisa menempatkan satu juta orang lagi di sana. Ini akan menjadi krisis kemanusiaan yang mengerikan," kata Michael Milshtein, mantan perwira intelijen militer Israel.

Menurut Avivi, bantuan kemanusiaan terutama akan didistribusikan di selatan Kota Gaza untuk mendorong penduduk pindah ke lokasi distribusi masa depan yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung AS dan Israel.

Dari hanya empat situs saat ini, GHF berencana untuk mengoperasikan 16 situs.

Namun, badan pertahanan sipil Gaza mengatakan pasukan Israel menembaki dan membunuh warga sipil setiap hari di sekitar lokasi tersebut.

Human Rights Watch menyebut mereka sebagai ‘jebakan maut,’ sementara PBB dan kelompok-kelompok lain mengecam apa yang mereka sebut sebagai militerisasi bantuan.

Menurut Michael Milshtein, yang mengepalai Program Studi Palestina di Universitas Tel Aviv, sayap militer Hamas dapat memiliki sebanyak 10.000 hingga 15.000 pejuang di Kota Gaza, banyak dari mereka yang baru direkrut.

"Sangat mudah untuk meyakinkan seorang warga Palestina berusia 17, 18, 19 tahun untuk menjadi bagian dari Brigade Al-Qassam," kata Milshtein kepada AFP, merujuk pada sayap bersenjata Hamas seraya menyebutkan kurangnya kesempatan bagi sebagian besar penduduk Gaza.

"Sementara (tentara Israel) mempersiapkan diri, Hamas juga mempersiapkan diri untuk peperangan yang akan datang, jika memang terjadi," tambahnya, memprediksi bahwa pertempuran tersebut bisa berakhir sangat mirip dengan Stalingrad.

Ia merujuk pada pertempuran di kota yang sekarang dikenal sebagai Volgograd, salah satu pertempuran terpanjang dan paling berdarah dalam Perang Dunia II.

Tentara Israel akan menghadapi rintangan termasuk jaringan terowongan yang luas di mana sandera Israel kemungkinan ditahan, bersama dengan depot senjata, tempat persembunyian, dan pos tempur.

Kendala lainnya dapat berupa alat peledak rakitan (IED) dan penggunaan warga sipil sebagai perisai manusia di tengah labirin perkotaan yang padat dengan gang-gang sempit dan gedung-gedung tinggi, menurut laporan pers.

“Hampir mustahil untuk masuk ke sana tanpa menimbulkan korban sandera dan bencana kemanusiaan yang besar,” kata Mairav Zonszein dari International Crisis Group.

Kehancuran material, imbuhnya, akan sangat besar.

“Mereka akan menghancurkan segalanya, dan tidak akan ada yang tersisa,” katanya.

Meskipun terdapat rumor ketidaksetujuan atas rencana tersebut oleh Panglima Angkatan Darat Eyal Zamir, sang jenderal mengatakan bahwa pasukannya akan mampu menaklukkan Kota Gaza, seperti yang telah mereka lakukan di Khan Yunis dan Rafah di selatan,menurut sebuah pernyataan pada hari Senin.

“Pasukan kami pernah beroperasi di sana di masa lalu, dan kami akan tahu bagaimana melakukannya lagi,” pungkasnya.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak