Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof Ahmad M Ramli, yang turut merancang Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menjelaskan, kegiatan seperti itu tidak termasuk dalam kategori penarikan royalti selama bersifat non-komersial.
Pernyataan ini disampaikan Prof Ramli saat menjadi saksi ahli dalam sidang uji materiil UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Kamis (7/8/2025), yang disiarkan melalui kanal YouTube MK.
"Para user ini adalah pasar industri musik yang sesungguhnya. Tanpa pengguna, sebuah lagu dan musik, sebagus apapun, menjadi relatif tak memiliki arti karena tidak ada yang membeli dan menggunakan," kata Ahmad, dikutip Senin (11/8/2025). Menurut Prof Ramli, peran pengguna justru sangat penting dalam menghidupkan industri musik.
Cara hitung royalti
Dikutip dari Kompas.com, penarikan royalti di Indonesia diatur berdasarkan aktivitas komersial dan jenis usaha. Ketentuannya mengacu pada SK Menteri tentang Tarif Royalti Musik dan Lagu untuk Pengguna yang berlaku sejak 2016.
Sebagai contoh, sebuah kafe kecil dengan kapasitas 20 kursi yang memutar musik untuk pelanggannya akan dikenai tarif Rp 120.000 per kursi per tahun untuk Hak Cipta dan Hak Terkait, sesuai aturan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Dengan perhitungan tersebut, total royalti tahunan yang harus dibayar kafe tersebut adalah Rp2,4 juta, belum termasuk pajak.
(***)