RIAU24.COM -Kontroversi dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali memanas seiring pengakuan dari mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, yang menyebut telah mengetahui siapa sosok pembuat dokumen akademik tersebut.
Dalam konferensi pers yang diunggah di kanal YouTube Refly Harun pada Senin (21/7), Roy secara terbuka mengungkap inisial pelaku sebagai “Mr P”.
“Salah satu atau ada beberapa orang dari foto ini, itu adalah orang yang membuat ijazah palsunya (Jokowi). Foto ini adalah (diambil) pada tanggal 1 Mei 2025 yang lalu, ini adalah pertemuan yang dikoordinir oleh salah seorang yang disebut Mr P,” ujar Roy sembari menunjukkan foto sekelompok orang dalam sebuah acara.
Roy yang kini berstatus terlapor dalam kasus pencemaran nama baik usai dilaporkan Jokowi ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025, tetap bersikukuh bahwa ijazah Presiden ke-7 RI itu tidak autentik.
Ia bahkan menuding Mr P sebagai pihak yang turut melaporkannya bersama ahli digital forensik Rismon Sianipar ke pihak kepolisian.
"Saya pun dengan Doktor Rismon, Bapak Hermanto, dan Bapak Viktor dilaporkan juga oleh Mr P ini ke Polda Metro Jaya dan melaporkannya seperti setan karena jam satu malam bikin LP-nya,” sindir Roy.
Lebih lanjut, Roy mengklaim bahwa seluruh informasi mengenai dugaan pemalsuan ijazah tersebut bersumber dari mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN), Kolonel Inf (Purn) Sri Radjasa Chandra.
“Ini bukan omon-omon. Data-data ini saya dapatkan langsung dari mantan (anggota) BIN yaitu Kolonel Sri Chandra. Jadi itu clear ya,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Roy juga mengungkap bahwa Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. dr. Ova Emilia, dipanggil oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk memberikan penjelasan terbuka terkait keaslian ijazah Jokowi.
“Pada saat demo besar di Universitas Gadjah Mada oleh mahasiswa waktu kemarin, sebenarnya Rektor UGM, Prof. Dr. dr. Ova Emilia itu ternyata dipanggil oleh kepala negara dan diberi nasihat 'katakanlah yang benar',” ucap Roy.
Polemik ini bukan kali pertama mencuat. Beathor Suryadi, mantan politisi PDIP, menjadi tokoh awal yang mengangkat isu tersebut ke ruang publik.
Dalam wawancaranya dengan kanal YouTube Abraham Samad Speak Up pada 27 Juni 2025, Beathor bahkan menyebut semua dokumen pencalonan Jokowi saat Pilkada Jakarta 2012, termasuk ijazah, dibuat di kawasan Pasar Pramuka Pojok, Jakarta Pusat.
“Jadi Solo itu di awal 2012, datang ke Jakarta rombongannya Jokowi. Lalu bertemulah dengan kawan-kawan di DKI. Lalu bertemulah di Jalan Cikini itu,” tutur Beathor.
Tak lama setelah pernyataannya itu, Beathor diberhentikan dari jabatannya sebagai Tenaga Ahli Pimpinan di Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taksin).
Dalam surat pemecatan bernomor B.116/KS.02/SES/6/2025 disebutkan alasan pemecatan adalah pelanggaran kode etik dan kinerja yang tidak sesuai, tanpa merinci pelanggaran yang dimaksud.
Identitas “Mr P” yang dimaksud Roy memang belum terkonfirmasi, namun publik menduga bahwa sosok tersebut adalah Paiman Raharjo, mantan Wakil Menteri Desa dan PDTT.
Dugaan ini menguat lantaran Paiman dan kuasa hukumnya, Farhat Abbas, baru-baru ini melaporkan Roy Suryo dan rekan-rekannya ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik, penyebaran hoaks, serta pemerasan.
“Kita akan melanjutkan pemeriksaan pada minggu depan, dua laporan: pemerasan dan pencemaran nama baik, penyebaran kebencian, dan berita bohong,” ujar Farhat Abbas, dikutip dari KompasTV.
Menanggapi tudingan sebagai pencetak ijazah palsu Presiden, Paiman membantah keras tuduhan tersebut.
“Bukan hanya menuduh saya mencetak Jokowi, tapi menuduh ijazah saya palsu dan juga profesor saya palsu,” kata Paiman.
Ia juga menegaskan bahwa laporan terhadap Roy Suryo, Rismon, dan Hermanto dilayangkan atas pencemaran nama baik dan berita bohong.
Adapun laporan pemerasan, menurutnya, khusus ditujukan kepada Beathor. Paiman mengklaim Beathor sempat meminta uang Rp20 juta, meski yang ia berikan hanya Rp15 juta melalui transfer.
Tidak hanya melaporkan ke kepolisian, Paiman juga mengajukan gugatan perdata terhadap Roy Suryo dkk ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan itu menyangkut dugaan perbuatan melawan hukum atas tuduhan keterlibatannya dalam pembuatan ijazah palsu Jokowi.
Dengan penyidikan yang kini sudah berjalan di Polda Metro Jaya, konflik hukum antara kedua belah pihak semakin tajam dan membuka lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban.
Di tengah kegaduhan politik ini, publik pun menanti langkah konkret dari aparat penegak hukum—bukan hanya soal kebenaran ijazah, tapi juga tentang siapa yang sebenarnya sedang menyebarkan hoaks, dan siapa yang akan membayar harga politik dari kisruh ini.
(***)