RIAU24.COM - Israel dan Perserikatan Bangsa-Bangsa secara terbuka saling menyalahkan atas memburuknya krisis kelaparan di Gaza, dengan kedua belah pihak membela peran mereka dalam pengiriman bantuan dan saling menyalahkan siapa yang benar-benar bertanggung jawab atas penderitaan warga sipil.
Dalam sebuah pernyataan yang diunggah di X, Kementerian Luar Negeri Israel menulis pada hari Kamis (24 Juli), “Hari ini, IDF mengundang puluhan jurnalis internasional ke perlintasan Kerem Shalom di Gaza untuk melihat sendiri. Ratusan truk bantuan telah memasuki Gaza dengan persetujuan Israel, tetapi pasokan bantuan tersebut menganggur dan tidak terkirim. Alasannya? PBB menolak untuk mendistribusikan bantuan. Hamas dan PBB mencegah bantuan tersebut mencapai warga sipil di Gaza. Dunia berhak mengetahui kebenarannya.”
Menurut Israel, sejumlah besar bantuan telah dikirimkan ke sisi perbatasan Gaza, tetapi belum tersentuh karena PBB gagal mengumpulkan atau mendistribusikannya.
Negara itu telah berulang kali menyatakan bahwa mereka mengizinkan pasokan masuk dalam jumlah yang cukup.
Bagaimana tanggapan PBB?
Juru bicara PBB Stephane Dujarric sebelumnya menolak versi Israel tentang peristiwa tersebut dan menunjuk pada hambatan besar yang disebabkan oleh Israel sendiri.
"Penyeberangan Kerem Shalom bukanlah drive-through McDonald's tempat kami hanya berhenti dan mengambil apa yang kami pesan," kata Dujarric dalam jumpa pers.
Ia menjelaskan bahwa staf PBB memerlukan serangkaian persetujuan dari otoritas Israel hanya untuk mendekati perbatasan, dan hal ini diperumit oleh aktivitas militer yang terus berlangsung, akses yang terbatas, dan proses serah terima yang lambat dan rumit.
"Ada hambatan birokrasi yang sangat besar. Ada hambatan keamanan yang sangat besar, dan sejujurnya, ada kurangnya kemauan untuk mengizinkan kami melakukan pekerjaan kami," tambahnya.
Mengapa bantuan tidak sampai ke Gaza?
Mengirim bantuan ke Gaza bukanlah hal yang mudah.
Meskipun truk berhasil masuk melalui penyeberangan yang dijaga ketat, kelompok-kelompok kemanusiaan mengatakan pembatasan yang diberlakukan Israel membuat pengiriman bantuan tersebut hampir mustahil untuk masuk lebih jauh ke dalam wilayah tersebut.
Organisasi-organisasi bantuan berpendapat bahwa ketersediaan makanan dan obat-obatan bukanlah kekurangan, melainkan masalahnya terletak pada distribusi.
Menurut mereka, truk-truk penuh barang tertahan di gudang-gudang, sementara ribuan warga Gaza menghadapi kelaparan ekstrem yang tak jauh dari sana.
Awal tahun ini, Israel memblokir bantuan masuk ke Gaza selama 11 minggu, dengan alasan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk menekan Hamas agar membebaskan para sandera.
Menanggapi kritik yang semakin meningkat terhadap penanganan bantuan PBB, Israel dan AS meluncurkan inisiatif kontroversial bernama Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF).
Yayasan ini dibentuk untuk melewati jalur-jalur tradisional PBB dan menggunakan kontraktor keamanan swasta untuk mendistribusikan bantuan dari wilayah-wilayah yang dikuasai Israel.
Israel dan AS mengatakan metode ini mencegah Hamas menyita bantuan.
Namun, kelompok hak asasi manusia dan organisasi bantuan telah mengecam skema tersebut, menuduh pasukan Israel menggunakan kekerasan selama distribusi.
PBB mengatakan lebih dari 1.000 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel saat mencoba mengumpulkan makanan di bawah program GHF.
Seberapa buruk situasi di lapangan?
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagian besar penduduk Gaza kini kelaparan.
Badan-badan internasional terus memperingatkan akan tingginya tingkat kelaparan dan penyakit akibat blokade yang berlarut-larut dan pasokan dasar yang gagal menjangkau orang-orang yang paling membutuhkannya.
(***)