RIAU24.COM -Kesepakatan tarif impor antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia yang menurunkan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen, disambut sebagai kemenangan diplomasi. Namun bayangan ancaman terhadap industri dalam negeri telah memunculkan beragam peringatan dari ekonom dan parlemen. Mereka mengingatkan agar pemerintah tidak cepat merasa cukup, bahkan menuntut tarif 0 persen dan mengevaluasi potensi imbas negatifnya.
Apa isi kesepakatannya?
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan melalui media sosial bahwa tarif impor barang Indonesia ke AS resmi turun dari 32 persen menjadi 19 persen, sementara produk AS masuk ke Indonesia bebas bea masuk.
Trump juga mengeklaim bahwa Indonesia telah berkomitmen terhadap pembelian besar dari AS berikut ini: - 50 Pesawat Boeing - 15 Miliar Dolar AS produk energi - 4,5 Miliar Dolar AS produk pertanian dari AS.
Trump menyebut perjanjian dagang tersebut merupakan hasil pembicaraan langsung dengan Presiden Prabowo Subianto. "Saya berbicara dengan presiden mereka yang sangat hebat. Sangat populer, sangat kuat, cerdas. Dan kami membuat kesepakatan itu. Kami mendapat akses penuh ke Indonesia, semuanya," ujar Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, Selasa (15/7/2025), seperti disiarkan kanal YouTube resmi White House.
Peringatan ekonom
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai ada risiko di balik kebijakan tarif 19 persen untuk barang ekspor Indonesia, sementara produk AS bebas bea masuk.
“Tarif 19 persen untuk barang ekspor Indonesia ke AS, sementara AS bisa mendapat fasilitas 0 persen sebenarnya punya risiko tinggi bagi neraca dagang Indonesia,” ujar Bhima kepada Kompas.com, Rabu (16/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa di satu sisi, ekspor produk seperti alas kaki, pakaian jadi, CPO, dan karet memang diuntungkan dengan tarif 19 persen.
Namun, penurunan tarif Indonesia dinilai kurang signifikan dibandingkan Vietnam, yang berhasil menurunkan tarif dari 46 persen menjadi 20 persen.
Selain itu, Bhima juga menyoroti soal masalah swasembada pangan, karena AS untung besar dari penetrasi ekspor gandum ke Indonesia karena tarif 0 persen.
(***)