RIAU24.COM - Setidaknya sepuluh warga Palestina tewas pada hari Jumat (11 Juli) saat menunggu jatah makanan di dekat Rafah di Gaza selatan, menurut badan pertahanan sipil Gaza.
Menurut PBB, jumlah korban tewas terkait bantuan kemanusiaan ini mencapai hampir 800 jiwa hanya dalam enam minggu.
Insiden ini terjadi di tengah negosiasi gencatan senjata yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas di Qatar, seiring perang di Gaza memasuki bulan ke-22.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Kamis (10 Juli) menyatakan optimisme yang hati-hati tentang kemungkinan kesepakatan gencatan senjata 60 hari, dengan mengatakan ia berharap kesepakatan tersebut dapat dirampungkan dalam beberapa hari.
Ia mengatakan bahwa setelah kesepakatan tersebut tercapai, ia akan siap untuk menegosiasikan akhir permusuhan yang lebih permanen.
Distribusi bantuan berubah menjadi mematikan
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengatakan pada hari Jumat bahwa 798 warga Palestina telah tewas saat mencoba mengakses bantuan kemanusiaan antara akhir Mei dan 7 Juli.
“Dari jumlah tersebut, 615 tewas di sekitar lokasi GHF [Yayasan Kemanusiaan Gaza]," kata PBB, merujuk pada kelompok bantuan baru yang kontroversial yang didukung AS dan Israel yang secara efektif telah menggantikan peran pengiriman bantuan PBB di Gaza.
"Ketika orang-orang mengantre untuk mendapatkan pasokan penting seperti makanan dan obat-obatan, dan ketika mereka harus memilih antara ditembak atau diberi makan, ini tidak dapat diterima," kata juru bicara kantor hak asasi PBB, Ravina Shamdasani, di Jenewa.
PBB, menurut AFP, menolak bekerja sama dengan GHF karena khawatir organisasi tersebut dirancang untuk melayani tujuan militer Israel.
Apa kata Israel tentang angka yang mengkhawatirkan itu?
Militer Israel mengatakan sedang menyelidiki insiden terbaru dan sebelumnya telah mengeluarkan instruksi baru kepada pasukan setelah adanya laporan kematian warga sipil di dekat titik distribusi bantuan.
Militer Israel menambahkan bahwa mereka berupaya meminimalkan kemungkinan gesekan antara pencari bantuan dan tentara, serta melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap insiden-insiden yang melaporkan adanya kerugian bagi warga sipil yang tiba di fasilitas distribusi.
Namun, Yayasan Kemanusiaan Gaza menolak laporan PBB tersebut sebagai salah dan menyesatkan, dengan mengklaim bahwa sebagian besar serangan mematikan terhadap lokasi bantuan dikaitkan dengan konvoi PBB.
(***)