RIAU24.COM - Sekitar 350 pasien gagal ginjal di Gaza terancam mengalami kematian karena sesi dialisis atau cuci darah yang terpaksa dihentikan. Kondisi ini terjadi di rumah sakit terbesar di Gaza yang krisis bahan bakar akibat blokade Israel.
Pada Selasa (1/7/2025), kepala Kompleks RS Al Shifa di Kota Gaza mengumumkan bahwa bangsal dialisis akan ditutup sepenuhnya. Bahan bakar yang dibutuhkan untuk mengoperasikan generator telah habis.
"Ini terjadi untuk pertama kalinya sejak dimulainya perang di Gaza," kata Dr Muhammad Abu Hassira, seorang spesialis penyakit dalam dan nefrologi di Kompleks Medis al Shifa, dikutip dari Middle East Eye, Kamis (3/7/2025).
"Selama periode terburuk perang, unit dialisis terpaksa menghentikan operasi beberapa kali selama beberapa hari karena serangan Israel di rumah sakit. Saat ini, rumah sakit masih berfungsi sebagian, tetapi kami tidak dapat menjalankan mesin dialisis karena tidak ada bahan bakar," jelasnya.
Dr Abu Hassira juga mengonfirmasi bahwa bangsal dialisis ditutup sepenuhnya karena menipisnya stok bahan bakar untuk menjalankan generator khusus untuk unit perawatan intensif.
"Pasien gagal ginjal datang hari ini, dan kami dengan berat hati harus meminta mereka untuk pulang. Ini berdampak sangat serius pada kesehatan mereka," terang Dr Abu Hassira.
"Penutupan unit dialisis di Rumah Sakit al-Shifa hari ini berarti kematian yang tak terelakkan bagi ratusan pasien," sambungnya.
Sebelumnya, pada Juli 2024 Kota Gaza hampir kehilangan seluruh kapasitas produksi airnya. Sekitar 88 persen sumur air dan 100 persen pabrik desalinasinya rusak atau hancur.
Kerusakan infrastruktur air ini membuat staf medis kesulitan mendapatkan air bersih yang dibutuhkan untuk mengoperasikan mesin dialisis. Beberapa sesi dialisis pun dibatalkan karena kekurangan air.
"Kami sudah kesulitan dengan transportasi, sering kali berjalan kaki sambil mendorongnya di kursi roda untuk mencapai rumah sakit," beber Sayed, salah satu warga setempat.
"Karena krisis bahan bakar, taksi jarang tersedia. Terkadang kami melewatkan sesi dialisisnya sama sekali saat mencari taksi, atau karena kami datang terlambat."
Hari Kematian yang Tak Terelakkan
Menurut Dr Abu Hassira, penutupan unit dialisis di Rumah Sakit al-Shifa menjadi suatu ancaman yang berbahaya. Biasanya, pasien memerlukan 12 jam dialisis per minggu, tetapi setelah unit ditutup rumah sakit hanya menyediakan 4-6 jam dialisis.
"Penutupan unit dialisis di Rumah Sakit al-Shifa hari ini berarti kematian yang tak terelakkan bagi ratusan pasien," terang Dr Abu Hassira.
"Kondisi beberapa pasien sudah mulai memburuk hari ini karena mereka melewatkan sesi dialisis, sementara sebagian besar dari mereka hanya punya waktu dua atau tiga hari sebelum kondisi mereka memburuk, dan kemudian mereka akan mulai meninggal," pungkasnya. ***