Soal Pemakzulan Gibran, Rocky Gerung: Jadi Ujian Moral dan Politik DPR 

R24/zura
Soal Pemakzulan Gibran, Rocky Gerung: Jadi Ujian Moral dan Politik DPR.
Soal Pemakzulan Gibran, Rocky Gerung: Jadi Ujian Moral dan Politik DPR.

RIAU24.COM -Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti perkembangan isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, setelah surat permintaan pemakzulan dari para purnawirawan TNI mulai diproses di DPR

Menurut Rocky, langkah DPR untuk membahas surat tersebut menandai bahwa kepentingan publik diutamakan di atas transaksi politik personal.

Rocky menilai, permintaan pemakzulan Gibran akan terus menjadi perhatian publik hingga Pemilu 2029 mendatang. 

“Jika DPR sebagai lembaga resmi sudah membaca dan meneliti surat itu, serta memprosesnya, itu penanda bahwa kepentingan publik didahulukan ketimbang transaksi politik yang sifatnya personal,” ujar Rocky lewat akun YouTube-nya, Jumat.

Ia menegaskan, desakan pemakzulan ini merupakan ekspresi dari keinginan masyarakat untuk membersihkan politik Indonesia dari isu-isu sensasional dan hoaks, serta menegakkan kedaulatan rakyat melalui forum-forum legal. 

Rocky juga menyoroti bahwa permintaan dari para purnawirawan mewakili keresahan publik, terutama di tengah upaya bangsa melepaskan diri dari tradisi feodalisme dan paternalistik.

Rocky berpendapat, kemunculan Gibran sebagai wakil presiden dinilai sebagai hasil ambisi Presiden Jokowi yang dinilai publik telah menghambat lahirnya kader politik bermutu. 

“Gibran dianggap tidak bermutu oleh banyak kalangan, terutama generasi muda dan netizen, yang merasa masa depan mereka tidak layak diwakili oleh Gibran,” kata Rocky.

Meski demikian, Rocky mengakui adanya kelompok yang membela Gibran, termasuk sejumlah purnawirawan yang menolak pemakzulan. 

Menurutnya, perdebatan ini adalah hal wajar dalam politik, namun akar persoalan tetap pada etika politik dan moralitas kepemimpinan.

Rocky menambahkan, isu pemakzulan ini berpotensi menjadi beban psikologis bagi masyarakat jika tidak diproses secara terbuka. 

Ia memperkirakan, jika desakan publik dan demonstrasi mahasiswa semakin masif, proses politik bisa berjalan lebih cepat dibanding prosedur konstitusional di DPR, MPR, dan Mahkamah Konstitusi. 

“Bisa saja, jika tekanan publik semakin besar, Gibran memilih mundur sebelum proses formal berjalan,” ujarnya.

Rocky juga menyoroti sikap partai politik yang belum solid dalam menyikapi isu ini, termasuk PDIP yang cenderung memilih evaluasi pemerintahan dilakukan setiap lima tahun sekali. 

Ia mengingatkan, dukungan terhadap program Presiden Prabowo tidak boleh mengesampingkan penyelesaian masalah moral dan pelanggaran hukum yang terjadi di masa lalu.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak