RIAU24.COM - Aktivis HAM Beka Ulung Hapsara menyayangkan keterbatasan cakupan pelanggaran HAM berat yang dimasukkan dalam kerangka penulisan sejarah Indonesia.
"Ketika kami mendapat TOR (Term of Reference), peristiwa pelanggaran HAM yang berat itu hanya dua yang ada (dalam penulisan sejarah ulang), sementara kalau kita merujuk pada status hukum yang dikeluarkan Komnas, hasil penyelidikannya sampai saat ini ada 13 yang belum selesai," ujarnya dikutip dari kompas.com, Selasa, 3 Juni 2025.
Dia menambahkan, jika peristiwa tersebut diabaikan, maka sejarah akan mengesampingkan pengalaman dan trauma para korban.
Tentu ini berpotensi memperdalam luka yang belum sembuh dan menghilangkan kesempatan menghadirkan keadilan bagi para penyintas.
"Pada titik itu juga saya kira penting sebenarnya menghadirkan perspektif korban untuk ditulis dalam sejarah," sebutnya.
Pada kesempatan yang berbeda, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut proyek penulisan ulang sejarah Indonesia bertujuan untuk menyajikan narasi positif dan mempersatukan bangsa.
Artinya, pendekatan ini bukan dimaksudkan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu.
"Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," ujarnya.