Geger! 13 Pengurus dan Santri Ponpes Milik Miftah Diduga Lakukan Penganiayaan 

R24/zura
Geger! 13 Pengurus dan Santri Ponpes Milik Miftah Diduga Lakukan Penganiayaan. (X/Foto)
Geger! 13 Pengurus dan Santri Ponpes Milik Miftah Diduga Lakukan Penganiayaan. (X/Foto)

RIAU24.COM -Sebanyak 13 orang pengurus dan santri Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY, diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang santri di ponpes asuhan eks Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto, Miftah Maulana

Korban dalam perkara ini berinisial KDR (23). Dia disebut mengalami beragam bentuk penganiayaan oleh belasan orang yang dituduhkan. 

Heru Lestarianto, ketua tim kuasa hukum KDR menyebut, dugaan aksi penganiayaan terhadap kliennya terjadi pada 15 Februari 2025 lalu. Pemicunya, KDR dituding telah melakukan pencurian hasil penjualan air galon yang dikelola ponpes total senilai Rp700 ribu.

Kepada tim kuasa hukum, korban mengaku jika ia dianiaya dalam dua waktu berbeda. Setiap kalinya penganiayaan dilakukan, KDR dibawa ke dalam salah satu ruangan di lingkungan ponpes.

"Dimasukin ke kamar lalu 13 orang ini menghajar, informasinya diikat," kata Heru, Kamis (28/5).

Tim kuasa hukum menyebut bahwa kliennya dipukuli secara beramai-ramai, disetrum dan dipukuli menggunakan selang oleh belasan orang tadi, baik secara bergantian atau bersama-sama.

"Penyiksaan ini didasari dari suruh mengaku, dari penjualan air galon ini ke mana duitnya. Sehingga, dengan adanya penganiayaan ini akhirnya mengaku," jelas Heru.

Menurut Heru, orangtua kliennya setelah itu sudah mendatangi ke ponpes untuk memberikan uang ganti dengan nominal total Rp700 ribu.

"Bagaimanapun dengan alasan apapun, tidak diperkenankan adanya kekerasan dan main hakim dalam penyelesaian sebuah masalah hukum karena negara RI adalah negara hukum," tegas Heru.

Kata Heru, orangtua korban menyebut imbas aksi dugaan penganiayaan itu anak mereka kini mengalami gejala layaknya stroke hingga gangguan mental, berupa sering mengigau atau mengamuk setiap malam.

KDR sempat beberapa kali menjalani pemeriksaan, termasuk visum di RS Bhayangkara Polda DIY. 

"Tapi langsung dibawa pulang untuk perawatan lebih lanjut karena kondisinya kaya orang linglung, makanya sekarang lanjut ke psikiater," sambung Heru.

Heru juga bilang pembiayaan untuk pemulihan juga membuat pontang-panting orangtua korban. KDR sendiri sekarang tidak berada di ponpes, melainkan suatu daerah di luar Pulau Jawa.

Heru melanjutkan, kliennya sudah membuat laporan polisi di Polsek Kalasan, teregister dengan Nomor : STTLP/22/II/2025/SEK KLS/POLRESTA SLM/POLDA DIY tertanggal 16 Februari 2025. Akan tetapi, penanganan kasus dialihkan ke Polresta Sleman.

Kliennya melaporkan empat orang bertatus bawah umur dan sembilan lainnya dewasa dengan dugaan tindak pidana penganiayaan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 170 jo 351 jo 55 KUHP mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan. Kata Heru, para terlapor saat ini sudah berstatus tersangka berdasarkan keterangan penyidik.

"Seharusnya ditahan, cuma kok ini nggak. Informasi yang kami terima, mereka mengajukan permohonan penangguhan penahanan," katanya.

Tim kuasa hukum menyayangkan peristiwa dugaan kekerasan ini, apalagi ini terjadi di lingkungan sebuah lembaga pendidikan mengedepankan pembinaan agama. 

Mereka meminta kepada semua pihak terkait untuk menyelesaikan proses hukum dari peristiwa ini. 

Termasuk pengasuh ponpes ikut peduli masalah ini dan polisi segera menahan para tersangka.

"Yang kami sayangkan dari kenapa dari pihak pengasuh, dari pondok kok sama sekali tidak ada komentar apa pun, cuma lawyernya dan yayasan. Sedangkan ini kan adalah santrinya," pungkas Heru.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak