Rocky Gerung Soroti Manuver Politik di Balik Pembatalan Mutasi Letjen Kunto

R24/zura
Rocky Gerung Soroti Manuver Politik di Balik Pembatalan Mutasi Letjen Kunto.
Rocky Gerung Soroti Manuver Politik di Balik Pembatalan Mutasi Letjen Kunto.

RIAU24.COM -Pembatalan mutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo kembali menyeret nama Joko Widodo ke pusaran konflik elite militer dan politik nasional. 

Dalam sebuah wawancara terbaru, pengamat politik Rocky Gerung menyebut keputusan itu bukan sekadar urusan administrasi TNI, melainkan jejak kekuasaan yang membelah institusi dan mempertegas adanya “dua matahari” dalam lanskap politik Indonesia.

"Ini tidak mungkin semata keputusan Panglima. Hanya kekuasaan yang lebih tinggi yang bisa membatalkan mutasi seperti itu," ujar Rocky. 

Ia merujuk pada peran Jokowi sebagai mantan Presiden yang disebut-sebut masih punya kendali informal terhadap institusi strategis seperti TNI.

Rocky menegaskan bahwa rakyat—dan bahkan Panglima TNI sendiri—terjepit antara pengaruh politik dua kekuatan: Jokowi dan Prabowo

“Kasus ini memperjelas peringatan SBY soal bahaya ‘dua matahari’. Kita sedang menyaksikan konsekuensinya,” kata Rocky, menyitir mantan Presiden SBY yang pernah mengingatkan agar tidak ada dualisme kekuasaan dalam tubuh negara.

Letjen Kunto sebelumnya dimutasi dari jabatan strategis sebagai Pangkogabwilhan I ke Mabes TNI dalam keputusan yang mengejutkan. Namun mutasi itu mendadak dibatalkan, dan Kunto dikembalikan ke posisi semula. 

Publik langsung berspekulasi: siapa yang menarik rem darurat dalam proses mutasi ini?

Rocky menyebut bahwa proses mutasi di tubuh TNI semestinya mengikuti prinsip meritokrasi dan keputusan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti). 

Namun, insiden ini, menurutnya, mengindikasikan adanya intervensi politik tingkat tinggi yang merusak profesionalisme militer.

“Kalau sistem meritokrasi diintervensi oleh kekuatan politik, maka TNI bisa tergoda kembali bermain politik,” ujarnya. 

Rocky pun menyebut penarikan Kunto sebagai bentuk degradasi simbolik—“diturunkan gengsinya”—yang kemudian dibatalkan demi menyelamatkan citra dan kestabilan politik.

Jokowi Dianggap Masih Cawe-Cawe

Menurut Rocky, masyarakat sudah lebih dulu mencium bahwa pencopotan Kunto tidak murni keputusan militer. 

"Jalan pikiran itu masuk akal. Publik tahu Jokowi masih bayangi panggung kekuasaan," tegasnya.

Ia menuding bahwa Jokowi berusaha ‘fight back’ setelah terpojok secara politik, terutama sejak munculnya desakan dari purnawirawan TNI agar Gibran Rakabuming Raka dimakzulkan karena dianggap tak layak menjadi wakil presiden. Deklarasi purnawirawan itu menjadi sinyal perlawanan moral terhadap dinasti politik Jokowi.

"Jokowi berusaha menunjukkan bahwa ia masih bisa mengatur institusi TNI," ucap Rocky. 

Baginya, pembatalan mutasi Kunto adalah cermin dari manuver politik Jokowi yang belum selesai, dan yang membuat publik makin curiga terhadap dinamika kekuasaan pasca-pemilu.

Namun bagi Rocky, keputusan memulihkan jabatan Kunto justru jadi titik balik kekuasaan. Ia menyebut Presiden terpilih Prabowo Subianto akhirnya bertindak sebagai Panglima Tertinggi dan mengambil alih kontrol dari bayang-bayang Jokowi.

“Prabowo memulihkan posisi Kunto karena sadar publik melihat kejanggalan. Ini bentuk konsolidasi simbolik untuk menunjukkan bahwa kekuasaan kini sudah bergeser,” kata Rocky.

Ia bahkan menyebut insiden ini sebagai "blessing in disguise"—rahmat terselubung—yang membuka mata publik bahwa Jokowi masih bermain di belakang layar. Dan sekaligus, momen emas bagi Prabowo untuk menunjukkan bahwa ia sudah mulai mengambil alih komando politik dan militer.

Dalam bagian lain analisisnya, Rocky menyebut bahwa pembatalan mutasi Kunto tak bisa dilepaskan dari konteks politik yang lebih luas: desakan pemakzulan terhadap Gibran dan kasus ijazah Jokowi. Ia menyebut Jokowi sedang tertekan secara psikologis akibat laporan baliknya ke polisi atas tuduhan ijazah palsu.

“Publik justru menilai Jokowi menjebak dirinya sendiri dalam kasus ini,” kata Rocky. Ia menduga pelaporan itu bisa menjadi upaya untuk menghentikan penyelidikan hukum di tingkat kepolisian, di mana Jokowi masih diyakini punya pengaruh.

Rocky menilai bahwa isu-isu ini saling tumpang tindih. Desakan pemakzulan terhadap Gibran, intervensi di tubuh TNI, dan kasus ijazah Jokowi memperlihatkan bahwa Jokowi belum benar-benar mundur dari panggung kekuasaan. Sebaliknya, Prabowo, menurut Rocky, tampaknya membiarkan semua ini berkembang tanpa intervensi langsung.

“Prabowo paham. Dia tahu kapan harus bicara dan kapan harus membiarkan wacana publik bergerak,” ujar Rocky.

Kritik Rocky Gerung membuka ruang diskusi soal legitimasi kekuasaan di Indonesia saat ini. Apakah Prabowo sudah benar-benar jadi matahari tunggal? Atau Jokowi masih bersinar di belakang layar?

“Kasus Kunto menunjukkan bahwa rakyat sekarang mendukung Prabowo untuk mengakhiri bayang-bayang politik Jokowi. Ini titik balik,” tegas Rocky. 

Ia mengakhiri analisanya dengan menyebut bahwa sejarah akan mencatat peristiwa ini bukan hanya sebagai urusan mutasi militer, tapi sebagai babak penting dalam transisi kekuasaan sipil-militer Indonesia.

(***) 
 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak