RIAU24.COM - Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki peran krusial dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan. Namun, pelaksanaan RUPS yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan anggaran dasar dapat menimbulkan
permasalahan serius, termasuk gugatan perbuatan melawan hukum.
Hal itu dialami oleh Herry Amin alias HA (65) salah seorang pemegang saham PT Mustika Agro Sari (MAS), sebuah perusahaan modal asing dari Malaysia.
Hasil RPUS yang dilakukan PT MAS diduga mengambil alih saham yang dimiliki HA secara sepihak.
Hal itu disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum HA, Bayu Syahputra SH, MH kepada awak media saat ditemui di kantornya yang berlokasi di Jalan SM Amin Pekanbaru pada Kamis, 24 April 2025.
Bayu menjelaskan jika PT MAS diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan peralihan saham HA secara sepihak, tanpa penetapan eksekusi pengadilan.
"Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang dilakukan Senin tanggal 21 April 2025 Pukul 09.30 WIB di Ruang Rapat Kantor Pekanbaru Jalan Datuk Setia Maharaja No. 5, Kelurahan Tangkerang Selatan, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru, para Pemegang Saham serta tamu undangan menyepakati untuk mengalihkan saham milik klien kami (Herry Amin) kepada Ibu Winianty berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dan Berita Acara Aanmaning," papar Bayu.
Sebagaimana diketahui, mengambil saham secara sepihak bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum jika melanggar aturan hukum dan perjanjian yang berlaku, terutama jika tindakan tersebut merugikan pihak lain.
"RUPS yang tidak mematuhi prosedur hukum atau pengalihan saham tanpa persetujuan semua pemegang saham dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum," jelas Bayu.
Bayu mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak PT MAS terhadap HA merupakan hal melawan hukum.
"Ini perbuatan melawan hukum, karena saat pihak kami sedang dalam tahap pengajuan Peninjauan Kembali (PK), masih dalam status A-Quo di peradilan Indonesia. Jadi jelas, saat ini saham tersebut masih milik klien kami" tegas Bayu.
Secara rinci, Bayu menjelaskan tahapan yang harus dilalui sebelum dilakukan eksekusi.
"Ada beberapa putusan pengadilan yang harus dilaksanakan sebelum lanjut ke tahap eksekusi. Untuk tahap pertama, harus dilakukan peringatan Aanmaning dengan cara melakukan sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua Pengadilan, Panitera dan pihak yang kalah. Ketua Pengadilan harus memberikan teguran agar menjalankan Putusan Hakim dalam waktu delapan hari, setelah selesai barulah membuat berita acara Aanmaning," lanjut Bayu.
Untuk tahapan yang kedua adalah mengeluarkan surat perintah Eksekusi.
"Apabila pihak yang kalah tidak mau menyerahkan secara sukarela maka Ketua Pengadilan akan memberikan perintah surat sita eksekusi," kata Bayu.
Dan untuk tahap selanjutnya adalah Pelaksanaan Eksekusi Riil.
"Tahap selanjutnya adalah eksekusi berdasarkan perintah eksekusi yang dibuat Ketua Pengadilan dan Panitera. Jika berhalangan, maka dapat diwakilkan kepada Jurusita sebagaimana diatur dalam Pasal 197 Ayat (1) HIR dan Pasal 209 R.Bg," rinci Bayu.
Bayu juga menjelaskan Panitera atau Jurusita yang melaksanakan eksekusi harus datang ke objek eksekusi.
"Proses eksekusi harus tidak dibantu 2 orang saksi yang dapat dipercaya, dan tidak membenarkan mengeksekusi di belakang meja dengan cara jarak jauh," tegas Bayu.
Atas aksi yang dilakukan PT MAS, Bayu mengatakan jika kliennya merasa sangat dirugikan.
"Klien kami merasa sangat dirugikan atas tindakan yang dilakukan oleh PT MAS yang dengan seenaknya mengalihkan saham milik klien kami secara Prematur, dengan proses hukum yang belum selesai," tambah Bayu.
Bayu menegaskan jika HA juga akan mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Saham ke Arbitrase Internasional.
"Berdasarkan JOINT VENTURE AGREEMENT yang telah disepakati oleh para pemegang saham pada POINT 12 KETENTUAN UMUM ANGKA 12.8 huruf B, kami akan mengajukan hal ini ke (Permohonan Penyelesaian Sengketa Saham) ke Arbitrase Internasional," papar Bayu.
Bayu juga menjelaskan kesepakatan antara HA dengan pemegang saham PT MAS yang lain berdasarkan JOINT VENTURE AGREEMENT.
Pada POINT 12 KETENTUAN UMUM ANGKA 12.8 huruf B yang telah disepakati oleh para pemegang saham, para pihak masing-masing menyetujui bahwa perselisihan apapun, kontroversi atau konflik yang timbul dari atau sehubungan dengan perjanjian, termasuk namun tidak terbatas pada setiap pertanyaan mengenai keberadaan, keabsahan, pengakhiran, atau hak kewajiban salah satu dari mereka (pemegang saham) yang tidak diselesaikan secara damai dalam waktu 30 hari setelah pertama kali diangkat secara tertulis, akan diselesaikan melalui arbitrase berdasarkan peraturan arbitrase pusat, arbitrase internasional Singapura.
"Jadi berdasarkan Joint Venture Agreement ini, maka pemegang saham tidak akan memulai proses hukum apapun yang timbul dari atau sehubungan dengan perjanjian ini. Kecuali untuk menegakkan di pengadilan manapun yang memiliki yurisdiksi setiap putusan yang diberikan oleh arbiter," pungkas Bayu.
Sehingga dengan Joint Venture Agreement yang telah disepakati, tindakan PT MAS mengambil alih saham milik HA, menurut Bayu, dianggap tidak menghormati kesepakatan yang telah dibuat oleh Para Pemegang Saham.
Bayu juga mengungkapkan secara tegas, dasar dari tuntutan yang akan diajukan HA melalui kuasa hukumnya adalah Pasal 1365 KUHPerdata.
Pengalihan saham sepihak adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang menyebabkan kerugian kepada orang lain. Pasal 1365 KUHPerdata mendefinisikan hal itu. Pengalihan saham tanpa persetujuan atau prosedur yang benar dapat dianggap tidak sah dan batal demi hukum," jelas Bayu.
Adapun sanksi yang dapat dijeratkan dalam kasus pengambil alihan saham, Bayu mengatakan,
"Pengalihan saham sepihak yang dilakukan dengan niat jahat misalnya dengan tujuan untuk menipu atau menggelapkan aset perusahaan, dapat dianggap sebagai tindak pidana sesuai Pasal 378 KUHP atau penggelapan seperti yang dijelaskan Pasal 372 KUHP," tutup Bayu.
Sebagai informasi, hukuman untuk penggelapan (Pasal 372 KUHP) adalah pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 900.000,00. Sementara untuk penipuan (Pasal 378 KUHP), hukuman yang diancam adalah pidana penjara paling lama 4 tahun.
Menanggapi gugatan yang diajukan oleh pihak Herry Amin, Dodi dan Rian selaku pihak legal PT MAS yang ditemui awak media di kantornya di Jalan Datuk Setiaharaja, Jumat (25/4/2025), tidak bisa memberikan tanggapan.
"Untuk saat ini kami tidak bisa memberikan jawaban atas kasus dugaan pengalihan saham tersebut, karena masalah itu ada di level pemegang saham. Kebetulan, saat ini pimpinan kami sedang tidak di kantor," jelas Dodi.
Namun pihak PT MAS berjanji akan memberikan pernyataan resmi dalam waktu dekat. ***