RIAU24.COM - Rusia dan Ukraina pada hari Minggu (20 April) saling menuduh melanggar gencatan senjata Paskah 30 jam yang rapuh yang diumumkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sehari sebelumnya.
Di satu sisi, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pasukan Rusia terus menembaki posisi dan meluncurkan serangan pesawat tak berawak meskipun permusuhan diduga dihentikan, menyebutnya sebagai gencatan senjata palsu.
Dia melaporkan 387 kasus penembakan dan 290 serangan pesawat tak berawak dalam enam jam pertama saja.
Rusia, sementara itu, mengklaim bahwa Kyiv-lah yang melanggar gencatan senjata.
Kementerian pertahanan Moskow, menurut AFP, bersikeras telah mematuhi gencatan senjata, tetapi serangan berulang, termasuk serangan pesawat tak berawak dan tembakan artileri oleh pasukan Ukraina.
“Dugaan serangan itu menyebabkan korban sipil,” katanya
“Meskipun ada pengumuman gencatan senjata Paskah, unit Ukraina pada malam hari melakukan upaya untuk menyerang posisinya di wilayah Donetsk,” tambahnya.
Zelensky ingin memperpanjang gencatan senjata
Bahkan ketika dia mengatakan bahwa Ukraina akan menanggapi secara simetris terhadap setiap serangan Rusia, presiden negara yang dilanda perang itu mengusulkan perpanjangan gencatan senjata selama 30 hari.
"30 hari bisa memberi kesempatan perdamaian," katanya sambil mendesak Rusia untuk mematuhinya sepenuhnya.
"Rusia harus sepenuhnya mematuhi persyaratan gencatan senjata. Proposal Ukraina untuk menerapkan dan memperpanjang gencatan senjata selama 30 hari setelah tengah malam ini tetap ada di atas meja," kata Zelensky pada hari Minggu.
Putin telah mengumumkan gencatan senjata dari Sabtu malam hingga tengah malam Minggu karena alasan kemanusiaan tetapi mengatakan pasukan Rusia harus siap untuk melawan kemungkinan pelanggaran gencatan senjata dan provokasi oleh musuh.
Upaya ini menandai upaya gencatan senjata ketiga yang gagal selama hari libur keagamaan besar sejak perang Rusia Ukraina dimulai pada tahun 2022.
Sebelumnya, gencatan senjata serupa diusulkan untuk Paskah pada April 2022 dan Natal Ortodoks pada Januari 2023, tetapi tidak diterapkan setelah kedua belah pihak gagal menyetujuinya.
(***)