Jumlah Penduduk Jepang Saat Ini Capai Titik Terendah sejak 1950, Populasi Kian Menyusut

R24/riz
Jepang
Jepang

RIAU24.COM Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, pada Senin (14/4), melaporkan bahwa jumlah populasi di negaranya telah menyusut selama 14 tahun berturut-turut.

Hal ini terjadi di tengah menuanya masyarakat yang menyumbang porsi terbesar dan menurunnya angka kelahiran.

Berdasarkan data resmi pemerintah, jumlah penduduk Negeri Sakura tercatat sebanyak 120,3 juta jiwa per Oktober 2024, turun 898.000 jiwa dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan ini menjadi yang terbesar sejak pemerintah mulai mencatat data pembanding populasi pada 1950, sekaligus memperpanjang tren penurunan selama 14 tahun berturut-turut. 

Baca Juga: Fakta Mengejutkan Kebakaran Hutan yang Menimpa Israel, Diketahui Hingga Kini Api Masih Menyala

Penyusutan populasi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan pemerintah dan masyarakat. Selain berisiko terhadap keberlangsungan tenaga kerja masa depan, kondisi ini juga dinilai bisa mengganggu stabilitas ekonomi nasional dan berdampak terhadap keamanan negara. 

Jumlah lansia meningkat, kelahiran anjlok Seiring menurunnya jumlah penduduk secara keseluruhan, proporsi warga lanjut usia meningkat tajam. 

Data pemerintah menunjukkan, jumlah penduduk berusia 75 tahun ke atas bertambah 700.000 jiwa, menjadi 20,77 juta orang, atau 16,8 persen dari total populasi. Secara keseluruhan, sekitar 29,3 persen warga Jepang kini berusia 65 tahun ke atas. 

Sementara itu, jumlah kelahiran bayi mencatat angka terendah sepanjang sejarah pencatatan modern Jepang dalam 125 tahun terakhir. Jepang juga mengalami penurunan populasi alami selama 18 tahun berturut-turut, yang berarti jumlah kematian terus melebihi kelahiran. 

Pemerintah akui tantangan, janjikan langkah konkret Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshimasa Hayashi, mengakui persoalan ini tidak sederhana. Ia mengatakan banyak pasangan yang ingin memiliki anak, tetapi terhambat oleh kendala ekonomi. 

"Kami memahami bahwa penurunan angka kelahiran terus berlanjut karena banyak orang yang ingin membesarkan anak tidak dapat memenuhi keinginan mereka," ujar Hayashi dalam konferensi pers, dikutip dari The Independent, Selasa (15/4).

Ia menambahkan, pemerintah berkomitmen menyediakan bantuan bagi keluarga muda, termasuk lewat dukungan finansial dan kebijakan ramah keluarga.

 "Kami akan mempromosikan langkah-langkah komprehensif untuk mewujudkan masyarakat di mana setiap orang yang ingin memiliki anak dapat memiliki anak dan membesarkan mereka dengan tenang," tambahnya.

Dorong pernikahan sebagai solusi Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, juga menanggapi tren penurunan angka kelahiran.

Ia menyebut kondisi ini belum menunjukkan perbaikan signifikan, namun jumlah pernikahan meningkat dan hal itu bisa menjadi peluang.

"Kita perlu menyadari bahwa tren penurunan angka kelahiran belum terhenti," ujarnya. 

Baca Juga: Kapal Menuju Gaza yang Membawa Bantuan dan Aktivis Dibom Drone di Perairan Internasional, Ulah Israel?

"Namun, jumlah pernikahan mengalami peningkatan. Mengingat hubungan yang erat antara jumlah pernikahan dan jumlah kelahiran, kita juga harus fokus pada aspek ini," imbuh Ishiba. 

Data menunjukkan, jumlah pernikahan pada 2024 naik 2,2 persen menjadi 499.999 pasangan. Ini merupakan peningkatan setelah sempat mengalami penurunan tajam, seperti yang terjadi pada 2020 dengan penurunan sebesar 12,7 persen.

Untuk mengatasi krisis demografi ini, pemerintahan sebelumnya di bawah Fumio Kishida telah meluncurkan berbagai inisiatif.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak