Pasar Diyakini Respons Positif Jika Airlangga Mundur dari Kabinet Prabowo

R24/azhar
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Sumber: bisnis.com
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Sumber: bisnis.com

RIAU24.COM - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira meyakini pasar merespons positif dengan kemunduran Menko Perekonomian Airlangga Hartarto setelah Lebaran Idulfitri 2025.

Hal ini karena berbagai kebijakan yang dikeluarkan Airlangga gagal menaikkan daya beli masyarakat dikutip dari inilah.com, Minggu 16 Maret 2025.

"Berbagai paket stimulus yang dikeluarkan Airlangga gagal mendorong daya beli, koordinasi kementerian bidang ekonomi, amburadul. Apalagi setelah Sri Mulyani langsung di bawah presiden," ujarnya.

Dia pun mengulang, pasar melihat sisi positif dari mundurnya Airlangga Hartarto.

"Pasar pasti merespons positif jika penggantinya adalah teknokrat atau birokrat karir," sebutnya.

"Respons sebaliknya kalau penggantinya politikus, apalagi kerabat Prabowo. Saat Thomas Djiwandodo masuk menjadi Wamenkeu saja, kredibilitas Kemenkeu langsung turun," ujarnya.

Yudhistira juga bicara soal kemunduran Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

Dia meyakini kemuduran Sri Mulyani bakal menjadi sentimen positif di kalangan pelaku pasar.

Hal ini karena kinerja Sri Mulyani sudah tidak relevan membantu Presiden Prabowo Subianto.

"Berita terkait rencana resign Sri Mulyani mungkin habis Lebaran ya, harusnya menjadi sentimen posisif bagi pelaku pasar. Kenapa? Kita akan jelaskan," ujarnya.

Pertama, cara-cara Sri Mulyani mengelola anggaran, bertolak belakang dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto.

Terutama soal penerimaan pajak yang mengalami penurunan cukup besar.

"Karena Coretax dan permasalahan administrasi pajak yang tidak disiapkan dengan matang. Itu efeknya ke mana-mana," sebutnya.

Padahal, Sri Mulyani sudah dibantu 3 wamen dengan masuknya Anggito Abimanyu.

Anehnya, Sri Mulyani cenderung menunda terbentuknya Badan Penerimaan Negara.

"Padahal, badan penerimaan negara ini bisa membuat lebih fokus genjot pajak dan kepatuhan pajak." ujarnya.

Kedua, Sri Mulyani tidak bisa mengerem utang ketika menjabat menkeu di era Jokowi.

Utang super jumbo digunakan untuk membangun infrastruktur tanpa perencanaan yang baik.

Akibatnya, utang pemerintah menggunung cepat, bunga utangnya memberatkan anggaran.

"Nah, paniknya sekarang. Tahun 2025 dilakukan efisiensi besar-besaran tanpa perencanaan matang. Dampaknya ke mana-mana, sektor usaha atau swasta berat," sebutnya.

Karena seretnya keuangan negara, pemerintah terpaksa menunda pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).  

"Ini jelas menggerus popularitas Presiden Prabowo. Tingkat ketidakpuasan terhadap kebijakan anggaran, perpajakan menjadi salah satu ganjalan bagi Prabowo. Makanya, Sri Mulyani menjadi tidak relevan lagi untuk membantu Prabowo," ujarnya.

Beredar kabar rencana mundurnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani setelah Lebaran.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak