RIAU24.COM -Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo mengaku miris melihat sejumlah kasus korupsi saat ini.
Hal ini terlihat dari jumlah dana yang dikorupsikan mencapai skala triliun rupiah.
Ia juga menyoroti perbandingan antara nilai target efesiensi anggaran yang dilakukan pemerintah saat ini.
Yakni, dibandingkan dengan nilai fantastis kerugian negara akibat kasus korupsi yang baru terungkap belakangan ini.
"Sangat miris, saat pemerintah bekerja keras mewujudkan target efisiensi anggaran yang ‘hanya’ Rp306 triliun, pengungkapan beberapa kasus korupsi yang baru justru memperlihatkan nilai kerugian negara yang luar biasa besarnya dan sulit diterima akal sehat," kata pria yang kerap disapa Bamsoet itu melalui keterangannya, Minggu, 2 Maret 2025.
Bamsoet juga menyinggung sejumlah kasus korupsi yang baru terkuak belakangan ini. Di antaranya kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga.
Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan potensi kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun pada 2023, dengan total akumulasi lima tahun yang bisa mendekati Rp1 kuadriliun.
Lalu, ada korupsi tata niaga timah yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun, hingga kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan negara sebesar Rp16,8 triliun.
"Nilai korupsi era sekarang masuk skala triliunan rupiah. Bayangkan, sebuah kasus korupsi bisa mengakibatkan negara rugi hampir Rp1.000 triliun," jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Bamsoet mengaku prihatin melihat pemberantasan korupsi di Indonesia yang belum menunjukkan hasil signifikan dan skala kerugian negara yang ditimbulkan justru semakin meningkat.
"Sementara sepanjang periode 2020-2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar Rp2,5 triliun. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara upaya pemberantasan korupsi dan dampak kerugian negara yang terus meningkat," ungkapnya
Melihat kondisi tersebut, Bamsoet menyoroti bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih terbilang sangat minim dari hasil pencapaian. Hal tersebut terbukti dengan maraknya kasus korupsi yang semakin kompleks dan melibatkan jumlah kerugian negara yang semakin besar.
Dengan nilai kerugian negara yang fantastis, Bamsoet meyakini bahwa kasus korupsi tersebut tidak hanya melibatkan satu atau dua oknum saja, tetapi dalam birokrasi korupsi dilakukan secara terorganisir dan berkelompok.
Selain itu, Bamsoet juga menyoroti lemahnya pengawasan internal di beberapa kementerian atau lembaga yang dinilai sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya, khususnya terkait tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal (Itjen) dalam melakukan pengawasan internal.
Oleh karena itu, pemerintah dan DPR RI perlu bersama-sama merumuskan strategi baru yang lebih efektif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
(***)