RIAU24.COM -Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap duduk perkara kasus dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga terkait tata kelola minyak mentah.
Dalam kasus ini, terdapat tujuh orang tersangka yang telah dilakukan penahanan.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Pertamina Patra Niaga mengabaikan pasoka minyak dalam negeri dengan sejumlah alasan.
Tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Pertamina Patra Niaga bersama tersangka Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk; serta Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping menggelar rapat untuk memutuskan impor minyak mentah.
"Ada mufakatan jahat antara tersangka SDS, tersangka AP, tersangka RS, dan Tersangka YF bersama DMUT/broker, yakni tersangka MK, tersangka DW, dan tersangka GRJ sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur," kata Qohar dalam konferensi pers di Kompleks Kejaksaan Agung, Selasa (24/2/2025) malam.
Qohar menerangkan, Riva mengimpor bahan bakar minyak dengan kadar RON 90 atau setara dengan Pertalite. Padahal, dalam kesepakatan dan pembayarannya tertulis pembelian Pertamax dengan RON 92.
"Kemudian dilakukan blending di-storage/depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," ucap Qohar.
Di sisi lain, Qohar menerangkan, tersangka juga melakukan mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka Yoki sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13%-15%. Dari situ, tersangka M. Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa mendapatkan keuntungan.
"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal," ungkap Qohar.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 s.d. 2023.
Kejagung menetapkan 7 tersangka dari aksi korup yang merugikan ratusan triliun rupiah.
“Diperkirakan kerugian keuangan negara hingga Rp193,7 triliun,” ungkap Qohar.
Qohar menambahkan, penyidik telah menyita barang bukti dokumen dan elektronik dalam kasus ini. Pemeriksaan sejumlah tersangka juga sudah dilakukan beserta ahli yang memperkuat penetapan tersangka.
(***)