RIAU24.COM -Lewat media sosial menyebut bahwa 30 kilometer laut Tangerang, Banten, yang dipagari bambu secara misterius telah disertifikasi dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).
Ramai pula peta BHUMI yang mencantumkan informasi dasar luas wilayah terkait lengkap dengan tipe haknya. Kompas.com pun menelusuri aplikasi www.bhumi.atrbpn.go.id milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan mendapati kalving-kavling yang berdekatan dengan sebuah perumahan telah berstatus dan pecah sertifikat HGB.
Urbanis dan pengamat perkotaan Elisa Sutanujaya mengatakan, total luas area yang sudah pecah sertifikat tersebut bisa untuk membangun kota mandiri baru.
"Bukan lagi untuk membangun perumahan, itu sudah level kota mandiri baru," ujar Elisa kepada Kompas.com, Minggu (19/1/2025).
Dia menengarai para pihak yang terlibat dalam pemasangan pagar bambu di laut Tangerang ini memanfaatkan Peraturan Menteri (Permen) ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2024.
Permen ini mengubah Permen ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Tanah Musnah.
"Kalau melihat kronologisnya, prosesnya berbeda dengan penerbitan HGB Pulau C dan D yg kontroversial pada 2017 sebelumnya," ungkap Elisa.
Saat itu, pengembang pulau reklamasi Pulau C dan D mengajukan rencana pengembangan, membuat masterplan, dan kemudian mengajukan perizinan pembangunan reklamasi.
Setelah reklamasi dibangun, kemudian mengajukan pemanfaatan lahan atau Surat Izin Penggunaan Tanah (SIPPT), baru selanjutnya sertifikat induk dipecah dengan tipe-tipe tertentu.
"Sementara yang sekarang justru terbit sertifikasi pecah dahulu baru perizinan. Ini kan janggal," cetus Elisa.
Menurutnya, yang menyakitkan dari soal kavling laut berstatus HGB ini adalah mengangkangi rasa keadilan masyarakat.
(***)