Heboh QRIS dan e-Money Kena Pajak 12 persen, Airlangga Buka Suara

R24/zura
Heboh QRIS dan e-Money Kena Pajak 12 persen, Airlangga Buka Suara.
Heboh QRIS dan e-Money Kena Pajak 12 persen, Airlangga Buka Suara.

RIAU24.COM - Pertukaran tahun 2024 ke 2025 tinggal menghitung hari. Identik dengan  Januari, pemerintah bakal menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. 

Hal ini memicu kekhawatiran dari masyarakat jika, pembayaran lewat transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) hingga e-Money juga akan terdampak.

Menjawab kekhawatiran tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa transaksi QRIS tidak akan kena PPN 12%. 

Dengan demikian, konsumen tidak akan dikenakan pajak tambahan saat bertransaksi menggunakan QRIS.

"Kedua (yang tidak kena PPN 12%) payment system. Hari ini ramai QRIS, itu juga tidak dikenakan PPN. Jadi QRIS tidak ada PPN," ujar Airlangga, dalam sambutannya di acara Peluncuran EPIC Sale di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).

Hal ini seperti transaksi menggunakan debit card, e-money transaksi kartu lainnya, menurutnya tidak akan terkena dampak kenaikan PPN jadi 12%. Dengan demikian, transaksi tol juga tidak akan terdampak kebijakan baru ini.

"Transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, (transaksi e-Money) di tol juga tidak ada PPN," ujar Airlangga, ditemui usai acara.

Airlangga juga tetap optimistis bahwa daya beli masih dapat terkendali di tahun depan, meski PPN naik menjadi 12%. Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai stimulus untuk menjaga keseimbangan.

Ia pun menyebutkan beberapa stimulus yang akan diberikan di tahun depan antara lain seperti diskon tarif listrik 50% periode Januari-Februari. Kemudian ada juga insentif pembelian rumah rumah Rp 2 miliar bebas PPN.

Selain itu untuk mobilitas, PPN untuk motor listrik ditanggung pemerintah (DTP) selaras dengan upaya mendorong Indonesia menurunkan emisi karbon.

Demikian pula untuk mobil listrik dilanjutkan, bahkan ditambahkan potongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3%.

"Nah itu kan membuktikan pemerintah memperhatikan apa yang dibeli oleh masyarakat," kata dia.

Di samping itu, Airlangga mengatakan, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mendatangkan dampak yang tidak terlalu signifikan terhadap inflasi. 

Selaras dengan itu, pemerintah membebaskan sektor transportasi, sebagai penyumbang inflasi tinggi, dari PPN.

Pembebasan PPN juga diberikan khususnya untuk bahan pokok penting. Airlangga menambahkan, beberapa bahan pokok juga ditanggung PPN-nya oleh pemerintah sehingga tetap di angka 11%.

"Jadi kalau misalnya, contoh tepung terigu, minyak kita, kemudian gula industri, yang sebelumnya sudah bayar PPN 11%, ini tetap 11%, bukan dari 0," terangnya.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak