Pengamat Soroti Proyek Whoosh: Termul Bergerak hingga Hasan Nasbi Disebut Pasang Badan

R24/zura
Pengamat Soroti Proyek Whoosh: Termul Bergerak hingga Hasan Nasbi Disebut Pasang Badan.
Pengamat Soroti Proyek Whoosh: Termul Bergerak hingga Hasan Nasbi Disebut Pasang Badan.

RIAU24.COM -Perdebatan mengenai proyek kereta cepat Whoosh kembali memanas.

Dalam video diskusi yang diunggah di kanal YouTube Off The Record FNN, dua pengamat politik, Hersubeno Arief dan Mbak Agi, menyoroti sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut-sebut tampak “panik” dalam merespons kritik publik terhadap proyek tersebut.

Video berdurasi sekitar 30 menit itu menampilkan analisis keduanya soal langkah-langkah komunikasi politik Jokowi serta munculnya sejumlah tokoh pendukung yang dianggap sedang “memoles” narasi publik.

“Jokowi Kelihatan Panik Soal Whoosh”

Dalam pembukaan, Hersubeno mengaku heran mengapa Presiden Jokowi terlihat begitu aktif menanggapi isu seputar Whoosh.

“Saya heran, kenapa Pak Jokowi terkesan panik banget soal Whoosh. Kalau memang tidak ada masalah, kan seharusnya santai saja,” ujarnya.

Ia menilai, jika proyek tersebut tidak memiliki persoalan serius, maka kritik publik tak seharusnya dihadapi secara emosional.
Namun, menurutnya, langkah-langkah Jokowi justru memperlihatkan keseriusan yang tidak biasa.

Mbak Agi menimpali, pernyataan Jokowi yang sempat mengaitkan proyek Whoosh dengan kemacetan di Jakarta juga dinilai tidak relevan.

“Pernyataannya malah jadi blunder. Orang jadi bingung apa hubungannya kereta cepat dengan macet di Jakarta,” kata Mbak Agi.

Narasi Baru Soal ‘Investasi Sosial’

Keduanya kemudian membahas munculnya narasi baru dari sejumlah pendukung Jokowi — yang oleh mereka disebut “termul-termul” — yang mencoba mengubah persepsi publik.

Menurut Hersubeno, narasi yang sedang digencarkan saat ini adalah bahwa proyek Whoosh bukan soal untung atau rugi secara finansial, melainkan “investasi sosial”.

Mbak Agi menambahkan, argumen itu digunakan untuk menutupi isu dugaan pembengkakan biaya pembangunan yang menurut mereka perlu ditelusuri lebih lanjut.

“Mereka mencoba menarasikan bahwa Whoosh ini bukan proyek bisnis, tapi investasi sosial. Seolah persoalan markup atau pembengkakan biaya itu tidak penting,” ujarnya.

“Sekarang mereka fokus membangun narasi bahwa proyek di Indonesia jauh lebih sulit karena kondisi geografisnya,” tambahnya.

Keduanya menilai, ke depan isu biaya pembangunan akan menjadi sorotan, termasuk kemungkinan investigasi mengenai perbandingan harga dengan proyek sejenis di negara lain.

KPK Disebut Dapat Dukungan Publik

Dalam diskusi itu, keduanya juga menyinggung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mulai menunjukkan perhatian terhadap proyek Whoosh.

Meskipun banyak pihak skeptis terhadap keberanian lembaga tersebut, Mbak Agi menilai dukungan publik kepada KPK justru sangat besar.

“KPK kali ini mendapat dukungan sangat kuat dari masyarakat. Tapi menariknya, justru reaksi Jokowi yang terlihat serius ini menunjukkan seolah ada sesuatu yang sedang diantisipasi,” kata Agi.

Hersubeno menimpali, reaksi Jokowi bisa jadi karena adanya informasi internal yang membuatnya harus turun tangan langsung.

Termul’ Bergerak: Hasan Nasbi, Andi Aswan, dan YouTuber Nusantara

Segmen berikutnya membahas kemunculan sejumlah tokoh pendukung Jokowi yang disebut aktif membela proyek Whoosh di media sosial maupun televisi.

Mereka menyebut ada tiga nama yang mencolok: Andi Aswan, Hasan Nasbi, dan kelompok YouTuber Nusantara.

Mbak Agi menambahkan, kelompok pendukung tersebut disebut mendapat ruang komunikasi langsung dengan Jokowi maupun Gibran Rakabuming Raka.

“Sekarang Jokowi berusaha keras membuat narasi baru agar isu markup dan kolapsnya BUMN tidak mendominasi,” kata Hersubeno.

“Mereka bahkan pernah diterima di Istana Wapres dan mendapat arahan langsung. Artinya, mereka memang diarahkan,” ujarnya.

Andi Aswan, yang dikenal sebagai bagian dari jaringan relawan Joman, disebut menjadi sosok yang kerap tampil di acara talkshow membela Jokowi setelah Silvester Hilman tak lagi aktif.

“Dia sekarang sering tampil di televisi. Mungkin karena dianggap paling ‘mendingan’ dalam membela Jokowi,” ucap Hersubeno.

Nama Hasan Nasbi Disorot

Nama Hasan Nasbi, yang kini menjabat sebagai komisaris di salah satu BUMN, juga mendapat sorotan dalam diskusi itu. Hasan disebut aktif menyuarakan pembelaan terhadap proyek Whoosh melalui media sosial.

Namun, menurut Mbak Agi, unggahan Hasan justru menuai hujatan dari warganet. Hersubeno menilai, narasi Hasan seringkali mudah dikritik oleh warganet.

“Mirisnya, komentar di postingan Hasan lebih banyak yang menghujat daripada yang mendukung,” katanya.

“Karena dia kan dibayar oleh negara, jadi publik melihatnya bukan sebagai pengamat independen, tapi sebagai bagian dari lingkaran kekuasaan,” lanjutnya.

“Sekarang netizen yang malah jadi pengamat. Mereka dengan mudah membantah argumen yang disampaikan Hasan,” katanya.

Warganet Ramai-ramai Sindir “Termul”

Dalam bagian berikutnya, keduanya membacakan sejumlah komentar warganet terhadap pernyataan para pendukung Jokowi di media sosial.

Banyak di antara komentar tersebut berisi sindiran tajam dan kritik atas narasi pembelaan proyek Whoosh.

Beberapa komentar warganet yang dikutip antara lain:

“Setuju, biar yang naik kereta cepat itu para termul aja.”

“Sampai kiamat pun nggak bakal untung, ini proyek nguras duit negara.”

Menurut Hersubeno, komentar-komentar tersebut menunjukkan bahwa publik sudah tidak mudah digiring oleh narasi buzzer.

“Netizen sekarang pintar-pintar. Mereka bisa membedakan mana opini propaganda dan mana analisis rasional,” ujarnya.

Mbak Agi menambahkan, derasnya kritik di dunia maya bisa menjadi indikator bahwa strategi komunikasi pendukung Jokowi tidak berjalan efektif.

Keduanya menyimpulkan bahwa langkah-langkah komunikasi Jokowi dan para pendukungnya justru memperlihatkan kepanikan menghadapi kritik publik.

Mereka menilai bahwa meskipun para pendukung Jokowi gencar membuat konten pembelaan, respons masyarakat justru sebaliknya — lebih kritis dan sinis.

“Jokowi sedang berusaha keras membelokkan narasi publik, tapi justru terlihat panik,” kata Hersubeno.

“Bukti-bukti soal proyek ini terbuka, banyak saksi masih hidup, publik mudah mencari datanya,” lanjutnya.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak