Roy Suryo Sebut 'Pemufakatan Jahat' KPU dan Gibran saat Pencalonan Wapres

R24/zura
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI, dan OCB Independen, Roy Suryo. (Screesnshot Youtube: Forum Keadilan TV)
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI, dan OCB Independen, Roy Suryo. (Screesnshot Youtube: Forum Keadilan TV)

RIAU24.COM - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI, dan OCB Independen, Roy Suryo, menyebut bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat telah melakukan permufakatan jahat untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Cawapres) pada pemilu 2024 lalu.

Menurut Roy, KPU Pusat telah menyiapkan aturan untuk meloloskan Gibran karena mereka tahu bahwa Gibran tidak lulus SMA.
 
"Kami menemukan fakta bahwa ternyata KPU, itu sudah membikin permufakatan jahat. Saya berani mengatakan begitu, konspirasi," kata Roy dalam siniar Forum Keadilan Tv dilansir pada Senin, 20 Oktober 2025.

"Mereka bikin peraturan KPU, peraturannya Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden," ujarnya.
 
Adapun ketentuan untuk meloloskan Gibran sebagai cawapres dalam Peraturan KPU atau PKPU Nomor 19 Tahun 2023, yakni terdapat pada Pasal 18.

Ia lantas membacakan Pasal 18 Ayat (3): Bukti kelulusan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf m dikecualikan bagi bakal calon Presiden atau calon Wakil Presiden yang tidak memiliki bukti kelulusan sekolah menengah atas dari sekolah asing di luar negeri dan telah memiliki bukti kelulusan perguruan tinggi.
 
"Pasal 18 Ayat (1) itu berbunyi, syarat bahwa calon presiden dan wakil presiden itu harus memenuhi standar pendidikan minimal SMA. Tapi menariknya, pada Pasal 18 Ayat (3)," kata Roy.
 
"Ini kan pelanggaran hukum banget gitu. Jadi ini seolah-olah telah menyiapkan [aturan]," tandasnya.
 
Ia menegaskan, poin tersebut merupakan karpet merah untuk memuluskan Gibran menjadi cawapres.

Roy menegaskan, KPU Pusat ini sudah tahu bahwa akan ada calon wakil presiden yang tidak lulus atau tidak memiliki sertifikat SMA. 

"Karpet merah ya, atau kalau istilah polisi ini diskresi," ucapnya.
 
"Tapi kemudian bisa entah gimana caranya dapat kelulusan luar negeri," katanya.

Roy lantas mengungkapkan, pantasan saja sempat ada Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang melarang publik mendapatkan data-data terkait kontestan. 
 
"Itu menutup akses kepada kita-kita untuk tidak mendapatkan syarat-syarat yang pernah dikumpulkan di KPU," ujarnya.
 
Roy menegaskan, sekarang baru terbongkar di balik itu ternyata ada karpet merah yang diduga hasil permufakatan jahat untuk meloloskan Gibran.

Tak hanya itu, Roy juga menyoroti perihal campur tangan kekuasaan di balik perubahan Pasal 9 AD/ART Keluarga Alumni Universitas Gadja mada (Kagama). 

Roy dalam keterangan dikutip pada Senin, 20 Oktober 2025, menyampaikan, AD/ART Kagama diubah dalam Munas XII. Perubahan itu dimulai tanggal 8 November 2014 melalui Keputusan Nomor 02/KPTS/PP‑Kagama/2014 tanggal 11 Desember 2014.

Perubahan itu tentang definisi "alumni" di UGM, menjadi tidak lagi harus yang sudah lulus dan punya ijazah asli UGM, namun cukup hanya pernah terdaftar sebagai mahasiswa UGM.

"Telah diubah tahun 2014, saat Jokowi menjadi presiden saat itu. Ini jelas menunjukkan adanya relasi kuasa yang terjadi dalam perubahan tersebut," ujarnya.

Roy menegaskan, definisi alumni dalam Pasal 9 AD/ART Kagama tersebut keliru dan harus diluruskan. Definisi "Alumni" merupakan bentuk jamak dari kata "Alumnus" untuk laki-laki dan "Alumna" untuk wanita.

Menurut referensi Wikipedia yang diakses dari American Heritage Dictionary of the English Language: Fourth Edition tahun 2000, kata "alumni" seharusnya adalah lulusan sebuah sekolah, perguruan tinggi atau universitas.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak