RIAU24.COM -Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto menyoroti masalah konsolidasi kekuasaan dan program populis dalam satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto yang jatuh pada 20 Oktober 2025.
Arif mengatakan dalam satu tahun ini Prabowo terlihat ingin keluar dari bayang-bayang Joko Widodo (Jokowi), Presiden ke-7 RI yang membantunya berhasil menjadi orang nomor satu di Indonesia.
"Sulit bagi saya untuk bicarakan Prabowo tanpa ngomongin Jokowi," ujar Arif dalam agenda diskusi di Kantor LSM Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen) di Matraman, Jakarta Timur, Minggu (19/10).
"Apakah kemudian Prabowo berusaha untuk keluar dari bayang-bayang Jokowi? Jawabannya iya, tetapi ini tidak lebih mudah dibandingkan yang dilakukan Jokowi terhadap Megawati, padahal kita tahu cengkeraman Megawati ke Jokowi tidak kalah kuat," sambungnya.
Arif memandang saat ini Prabowo sedang mengonsolidasikan kekuasaan untuk keluar dari bayang-bayang tersebut. Setidaknya itu dilihat dari tiga cara penting.
Cara pertama dengan mengocok ulang kabinet atau reshuffle kabinet. Dalam satu tahun ini, Prabowo memang sudah me-reshuffle kabinetnya, entah karena persoalan kinerja maupun dugaan terlibat tindak pidana korupsi. Menteri-menteri yang diduga terafiliasi dengan Jokowi diganti oleh Prabowo.
"Tapi yang jelas bahwa, seperti hanya semua perombakan kabinet yang dilakukan sejak Gus Dur sampai hari ini ini, tidak satu pun itu bisa meningkatkan kinerja pemerintah," ungkap dia.
Cara kedua adalah politisasi TNI dan Polri yang memiliki konsekuensi jauh lebih serius dari apa yang sudah dilakukan Jokowi sebelumnya. Bahkan, gejala pelibatan aparat keamanan tersebut semakin memburuk.
Hal itu ditandai dari prajurit TNI yang dilibatkan dalam pengelolaan ketahanan pangan dan personel kepolisian yang represif menangani demonstrasi dengan kekerasan.
Apalagi ruang kebebasan sipil saat ini semakin menyempit.
"Sesuatu yang dipertahankan oleh Prabowo dari pemerintahan Jokowi adalah bahwa Prabowo menetapkan masyarakat sipil sebagai lawan yang paling menakutkan," kata Arif.
(***)