Inilah Alasan RI Termasuk Negara Teratas Paling Bahagia dan Makmur Menurut Studi Harvard

R24/dev
Inilah Alasan RI Termasuk Negara Teratas Paling Bahagia dan Makmur Menurut Studi Harvard
Inilah Alasan RI Termasuk Negara Teratas Paling Bahagia dan Makmur Menurut Studi Harvard

RIAU24.COM - Studi global terbaru yang luas, Global Flourishing Study, menemukan seseorang tidak harus tinggal di negara kaya untuk bisa flourish, yaitu mencapai kondisi ketika semua aspek kehidupan berjalan dengan baik, termasuk lingkungan sosial tempat seseorang hidup.

Untuk menilai masyarakat dari negara mana paling flourishing, para peneliti dari Harvard University dan Baylor University menganalisis data survei dari Gallup, mencakup lebih dari 200.000 responden di 22 negara selama lima tahun.

Indeks flourishing ini memperhitungkan berbagai faktor seperti kebahagiaan dan kepuasan hidup, kesehatan fisik dan mental, makna dan tujuan hidup, karakter dan nilai moral, serta hubungan sosial yang dekat.

Hasilnya, Indonesia, negara berpendapatan menengah, menempati peringkat pertama dengan skor flourishing tertinggi, disusul Filipina, dan Meksiko.

"Meskipun banyak negara maju melaporkan tingkat keamanan finansial dan evaluasi hidup yang relatif lebih tinggi, negara-negara ini tidak berkembang dalam hal lain, seringkali melaporkan makna, pro-sosialitas, dan kualitas hubungan yang lebih rendah," tulis para peneliti, dikutip dari Fortune.

Sebagai contoh, sekitar tiga perempat partisipan di Indonesia menghadiri kegiatan keagamaan setidaknya sekali seminggu, yang mungkin menjadi alasan mengapa tingkat keterhubungan sosial masyarakat Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain.

"Indonesia sering dibandingkan secara tidak menguntungkan dengan Jepang dalam konteks pembangunan internasional dan kerap disebut terjebak dalam middle-income trap, yaitu kondisi ketika pertumbuhan ekonomi melambat sebelum mencapai tingkat pendapatan tinggi," tulis para peneliti dalam opini di The New York Times.

"Hal itu memang benar sejauh ini, tetapi studi kami menunjukkan bahwa fokus pada pertumbuhan ekonomi hanyalah sebagian dari cerita."

Jika World Happiness Report menilai apakah seseorang menjalani kehidupan terbaik yang bisa mereka bayangkan, maka Global Flourishing Study melangkah lebih jauh, menilai juga kesejahteraan lingkungan sosial tempat seseorang hidup.

"Meski istilah flourishing dan well-being sering digunakan secara bergantian, flourishing memiliki makna yang lebih luas karena juga mencakup kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan menjadi bagian dari kesejahteraan seseorang," jelas penulis studi.

Peneliti juga menemukan kekayaan suatu negara tidak terlalu menentukan persepsi warganya tentang flourishing.

"Pernyataan kami bukan berarti bahwa produk domestik bruto (PDB) menurunkan makna hidup," tulis para peneliti.

"Namun, hasil yang diinginkan dari sebuah masyarakat idealnya adalah yang memiliki tingkat pembangunan ekonomi tinggi sekaligus makna hidup yang kuat, dan pertanyaannya adalah bagaimana cara mencapainya."

Menariknya, studi ini juga menemukan kurva kebahagiaan berbentuk U, yang biasanya menunjukkan bahwa kepuasan hidup tinggi di usia muda, menurun di usia pertengahan, lalu meningkat lagi di usia lanjut, kini semakin tidak kentara. Faktanya, kelompok usia 18-29 tahun menunjukkan tingkat flourishing yang lebih rendah dari perkiraan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan beberapa penyebabnya, seperti isolasi sosial, tekanan finansial, ketidakstabilan sosial dan politik, serta hilangnya makna dan arah hidup. *** 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak