RIAU24.COM - Sebuah video viral yang menunjukkan kedatangan mewah seorang raja Afrika di Abu Dhabi telah memicu gelombang protes publik di berbagai platform media sosial.
Sang raja, yang tiba bersama rombongan yang terdiri dari 15 istri, 30 anak, dan 100 pelayan, mendarat di ibu kota UEA dengan jet pribadi, yang secara efektif menutup bandara selama beberapa jam dan menarik perhatian karena gaya hidupnya yang mewah.
Video yang awalnya direkam beberapa tahun lalu tetapi muncul kembali di internet ini menunjukkan raja Afrika dan rombongan besarnya diantar melalui Bandara Internasional Abu Dhabi dengan penuh gaya, sementara para penonton dan pejabat terjebak dalam kemewahan yang tak terkendali.
Adegan ini berlangsung saat rombongan besarnya, lengkap dengan konvoi kendaraan yang rumit, dikawal dari landasan pacu ke terminal bandara, menciptakan tontonan megah yang menunjukkan kemewahan kerajaan.
Meskipun kedatangan raja di UEA—yang secara luas dianggap sebagai tujuan bagi banyak tokoh penting—mungkin merupakan hal yang wajar dalam konteks kerajaan, hal itu memicu perdebatan sengit di platform media sosial.
Para kritikus telah menyuarakan ketidaksenangan mereka atas kontras yang mencolok antara gaya hidup mewah raja dan kondisi rakyatnya di negara asalnya.
Banyak laporan menyebutkan bahwa banyak rakyat raja hidup dalam kemiskinan, dengan akses terbatas terhadap sumber daya dasar seperti listrik dan air bersih.
Beberapa kritik paling tajam datang dari mereka yang mempertanyakan etika dari pamer kekayaan yang begitu mewah, terutama jika dibandingkan dengan kemiskinan yang merajalela di berbagai belahan benua Afrika.
"Sementara raja ini berparade dalam kemewahan, rakyatnya menderita kelaparan dan kekurangan fasilitas dasar," tulis seorang pengguna media sosial, menambah rasa kemarahan moral yang semakin meningkat.
Selain itu, banyak yang menyatakan keprihatinan atas dampak lingkungan dan sosial dari pamer kekayaan tersebut.
Jet pribadi, rombongan kendaraan, dan kesan mewah secara keseluruhan telah dikritik karena dianggap sebagai simbol konsumerisme yang berlebihan di saat isu-isu global seperti perubahan iklim dan ketimpangan menjadi sorotan utama wacana publik.
Namun, yang lain membela hak raja untuk hidup mewah, dengan menyatakan bahwa ia adalah seorang raja yang memegang kekuasaan signifikan di negaranya dan berhak menikmati hasil kepemimpinannya.
"Beliau mungkin hidup mewah, tetapi beliau memiliki hak prerogatif untuk melakukannya," tulis seorang pendukung.
(***)