RIAU24.COM - Anggota DPR RI Komisi V dari Fraksi PKB, Sudjatmiko menyebut alarm rapuhnya budaya konstruksi aman di Indonesia telah digaungkan oleh Ponpes Al Khoziny, Jawa Timur.
Padahal, dalam pandangan teknis, sebuah bangunan yang direncanakan, dirancang, dan dilaksanakan sesuai standar seharusnya tidak runtuh secara mendadak, ujarnya dikutip dari kompas.com, 5 Oktober 2025.
Dia pun menyebut, kejadian di Sidoarjo menjadi pelajaran mahal.
"Nyawa tidak boleh lagi menjadi taruhan atas pembangunan yang dilakukan tanpa perencanaan memadai dan pengawasan profesional," harapnya.
"Ambruknya fasilitas pendidikan, khususnya pesantren yang menampung ratusan santri, kerap kali buru-buru dilabeli sebagai takdir atau musibah alamiah tak boleh lagi terulang," ujarnya.
Dia yakin akar masalah terletak pada kegagalan konstruksi yang sebenarnya bisa dicegah.
Dia lalu mengidentifikasi empat faktor utama yang berkontribusi pada kerentanan ini:
Pertama, perencanaan struktur yang lemah. Banyak pembangunan swadaya dilakukan tanpa melibatkan tenaga ahli teknik sipil bersertifikat.
Kedua, material yang tidak memadai. Untuk menekan anggaran, pengembang swadaya sering mengganti material konstruksi, seperti baja tulangan, semen, atau pasir, dengan kualitas yang jauh di bawah spesifikasi teknis. Kualitas rendah ini secara langsung melemahkan daya dukung fundamental bangunan.
Ketiga, minimnya pengawasan profesional. Tahap eksekusi di lapangan tidak diawasi oleh insinyur sipil bersertifikat.
Keempat, mengabaikan kondisi tanah (kajian geoteknik). Banyak pihak yang tidak melakukan kajian geoteknik terhadap struktur tanah.