MBG Kerap Alami Keracunan, Pakar: Ini Bukan Hal Wajar, Tapi Sinyal Kegagalan Sistem

R24/dev
MBG Kerap Alami Keracunan, Pakar: Ini Bukan Hal Wajar, Tapi Sinyal Kegagalan Sistem
MBG Kerap Alami Keracunan, Pakar: Ini Bukan Hal Wajar, Tapi Sinyal Kegagalan Sistem

RIAU24.COM Program prioritas pemerintah makan bergizi gratis kembali menuai pro-kontra pasca tercatat lebih dari 6 ribu kasus keracunan pada anak hingga September 2025. Keracunan makanan bergizi gratis yang berulang dinilai sejumlah pakar bukanlah hal wajar, melainkan sinyal kegagalan sistem.

Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman salah satunya menyoroti kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan bergizi gratis di Bandung Barat yang memicu ratusan anak jatuh sakit. Ada titik kritis penyajian makanan yang terabaikan.

"Keracunan pangan itu sepenuhnya bisa dicegah. Kalau sampai berulang, itu jelas sinyal kegagalan governance, kapasitas, pembinaan, dan pengawasan," ujar Dicky kepada detikcom, Jumat (26/9/2025).

Mengutip data resmi pemerintah, Dicky mengaku heran melihat minimnya pemenuhan standar keamanan pangan di program MBG. Dari 8.583 dapur yang ada, hanya 34 dapur atau 0,4 persen yang memiliki sertifikat higiene.

"Ini sangat menyedihkan dan berbahaya," tegasnya.

Kondisi yang sama juga terlihat pada penyelenggara sekolah penyedia pangan, satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG). Dari 1.379 SPPG, hanya 413 atau sekitar 30 persen yang memiliki SOP keamanan pangan. Lebih lanjut, dari jumlah tersebut, hanya 312 atau 75 persen yang benar-benar menjalankannya. Jika dihitung dari total keseluruhan, implementasi SOP hanya mencapai 22 persen.

"Cakupan sertifikasi dan implementasi SOP masih sangat rendah. Ini harus segera ditangani, karena menjadi potensi utama penyebab masalah," kata Dicky.

Berkaca di kasus kejadian luar biasa keracunan makan bergizi gratis Bandung Barat dengan lebih dari 300 korban, Dicky menyoroti adanya kegagalan kontrol pada titik-titik kritis penyajian makanan.

"Titik kritis itu mulai dari air, bahan baku, proses pemasakan, distribusi, hingga pendinginan dan pemanasan ulang. Kalau ini tidak dijalankan sesuai standar, risikonya sangat besar," jelasnya.

Dicky kembali menegaskan kejadian keracunan berulang tidak bisa dinormalisasi.

"Apakah ini wajar? Tentu tidak. Ini sinyal kegagalan sistem yang harus segera dibenahi," ucapnya.

Ia menambahkan, keracunan pangan dalam skala program nasional seperti MBG merupakan masalah serius yang mencerminkan lemahnya tata kelola. Tanpa perbaikan mendasar dalam standar higiene, pembinaan, serta pengawasan, kasus serupa bisa terus berulang di berbagai daerah.

"Keracunan pangan itu seharusnya bisa dicegah dengan standar dasar higiene dan sanitasi. Kalau itu saja tidak terpenuhi, yang dipertaruhkan bukan hanya kesehatan anak-anak, tapi juga kredibilitas program pemerintah," pungkasnya. ***

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak