RIAU24.COM - Demo anti korupsi yang diikuti oleh puluhan ribu warga Manila, Filipina, berlangsung ricuh pada Minggu (21/9). Demonstran dan polisi bentrok di jalan menuju Istana Malacanan.
Menurut laporan Inquirer, Minggu (21/9), demonstran yang sebagian besar berpakaian hitam dan topeng untuk menyembunyikan wajah mereka, menyerbu Jembatan Mendiola untuk menerobos barisan polisi.
Beberapa dari mereka mengibarkan bendera Filipina dalam kejadian tersebut. Sementara yang lain mengibarkan bendera Jolly Roger dari anime dan manga One Piece.
Inquirer menyebut, kerusuhan meletus saat para demonstran melemparkan polisi dengan batu, yang kemudian dibalas dengan suara-suara tembakan.
Sebuah mobil trailer terpantau terbakar dengan asap tebal mengepul di atas jembatan bersejarah tersebut. Massa juga disebut mencoba membakar kendaraan lain.
Situasi setempat digambarkan dengan udara yang berisi bau menyengat bensin dan api yang bercampur dengan teriakan dan sirene.
Inquirer menyebut kerumunan terus mencoba maju secara bergelombang, dengan sebagian dari mereka mengibarkan bendera tinggi-tinggi dan yang lainnya melempar polisi dengan puing-puting.
Di antara massa, terdapat pula remaja yang diklaim polisi masih di bawah umur. Namun wajah mereka tersembunyi di balik topeng saat bergabung dengan massa yang lain.
Inquirer mengatakan polisi sempat menguasai situasi dan menangkap sejumlah perusuh, menyeret mereka menjauh dari garis depan massa. Sekitar 10 perusuh disebut telah ditahan, sementara beberapa petugas polisi mengalami luka-luka dalam kerusuhan tersebut.
Ribuan warga Filipina memadati jalan-jalan utama Manila pada Minggu (21/9) untuk menyuarakan kemarahan atas skandal proyek pengendali banjir fiktif yang diyakini merugikan negara hingga miliaran dolar.
Kemarahan publik terhadap proyek infrastruktur "hantu" ini semakin meningkat sejak Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyinggungnya dalam pidato kenegaraan pada Juli lalu, yang berlangsung setelah serangkaian banjir mematikan melanda negara itu.
Pada Senin (22/9), Marcos mengatakan dirinya "sama sekali tidak menyalahkan" rakyat yang turun ke jalan. Namun, ia mengimbau agar unjuk rasa tetap berlangsung damai. Militer juga ditempatkan dalam status "red alert" sebagai langkah antisipasi, mengutip AFP.
Skandal proyek pengendali banjir ini telah mengguncang politik Filipina. Ketua DPR Martin Romualdez, sepupu Presiden Marcos, mundur dari jabatannya pekan lalu setelah penyelidikan resmi dimulai.
Awal bulan ini, pemilik salah satu perusahaan konstruksi menuduh hampir 30 anggota DPR dan pejabat Departemen Pekerjaan Umum serta Jalan Raya (DPWH) menerima suap.
Departemen Keuangan memperkirakan ekonomi Filipina kehilangan hingga 118,5 miliar peso (US$2 miliar) akibat praktik korupsi proyek banjir sepanjang 2023-2025. Greenpeace bahkan menyebut angka sebenarnya bisa mencapai US$18 miliar.
(***)