RIAU24.COM -Pengamat politik Rocky Gerung menilai pemerintahan baru perlu segera melakukan audit konsesi sumber daya alam. Menurutnya, akumulasi aset yang dikuasai segelintir orang tidak hanya merusak ekologi, tetapi juga menyingkirkan hak masyarakat adat dan petani kecil.
“Harapan ke pemerintah baru: audit konsesi, cek akumulasi aset yang makin menumpuk pada segelintir orang. Banyak kasus konsesi bahkan merambah keluar batas izin,” ujar Rocky dalam diskusi yang ditayangkan di Channel YouTube Deddy Sitorus, Rabu (27/8/2025).
Ia mengusulkan skema transisi berupa tumpang sari. Dengan mekanisme itu, masyarakat tetap bisa mengolah lahan sembari negara menata ulang status hukum kawasan. “Rakyat kecil jangan langsung dipukul dengan alasan hukum. Beri jembatan agar mereka tetap bisa hidup,” katanya.
Rocky juga mengingatkan prinsip keadilan klasik yang disebut Lockean proviso: mengambil secukupnya dari alam, tapi menyisakan yang cukup untuk orang lain.
Selain soal konsesi, Rocky menyoroti deindustrialisasi yang terjadi di Jawa. Ia menyebut surplus listrik di Pulau Jawa bukan disebabkan efisiensi energi, melainkan karena pabrik-pabrik berhenti beroperasi dan sebagian hengkang ke luar negeri.
“Dampaknya serius. Daya beli melemah, kemiskinan berulang, dan beban negara meningkat,” ujarnya.
Rocky juga mengkritik pergeseran sawit dari fungsi pangan menuju komoditas modal. Menurutnya, proyek food estate berisiko menghapus keanekaragaman hayati sekaligus budaya pangan lokal.
Ia menyoroti Papua sebagai contoh penting. Wilayah itu memiliki sekitar 37 juta hektar hutan, sebagian besar hutan primer, dengan ribuan spesies dan ratusan komunitas adat. “Pangan bukan sekadar membuat kenyang, tetapi menghormati DNA budaya. Di Papua, DNA itu adalah sagu,” tegasnya.
Rocky menambahkan, jika tata kelola lahan tidak adil, konflik agraria berpotensi meluas menjadi konflik etnis. Potensi itu, kata dia, bisa muncul di Sumatra, Kalimantan, hingga Papua.
“Sejarah bangsa ini berulang kali bermula dari sengketa tanah—dari Perang Diponegoro sampai gagasan Marhaen. Kalau lahan terus jadi rebutan, konflik sosial bisa berubah menjadi konflik etnis,” ujarnya.
Deddy Sitorus: Dimensi Politik Tidak Bisa Dihindari
Dalam kesempatan yang sama, anggota DPR RI dari PDI-P, Deddy Yevri Sitorus, menegaskan bahwa persoalan konsesi, pangan, maupun konflik agraria bukan sekadar isu ekologi, melainkan erat kaitannya dengan arah politik nasional.
“Kalau kita bicara konsesi, oligarki, pangan, semua ini tidak bisa dilepaskan dari politik. Siapa yang berkuasa, siapa yang membuat aturan, siapa yang diuntungkan—itu selalu kembali ke politik,” ujar Deddy di kanal YouTube miliknya.
Ia menilai bahwa diskusi publik semacam ini penting untuk menekan pemerintah agar lebih transparan dan adil dalam mengelola sumber daya alam. “Harus ada keberanian politik untuk mengaudit konsesi. Kalau tidak, ya akan terus begitu: rakyat kecil dirugikan, sementara segelintir orang menguasai aset,” imbuhnya.
Diskusi antara Rocky Gerung dan Deddy Sitorus di kanal YouTube Deddy Sitorus memperlihatkan bahwa isu agraria, pangan, dan oligarki tidak hanya teknis, tetapi menyentuh akar politik. Pemerintahan baru akan diuji sejauh mana berani berpihak kepada rakyat di atas kepentingan modal.
(***)