RIAU24.COM -Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mengambil langkah baru usai bebas karena mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Abolisi ini membuat proses peradilan terhadap Tom, yang telah mengajukan banding vonis 4,5 tahun penjara, dihentikan.
Kini, Tom telah resmi melaporkan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepadanya ke Mahkamah Agung (MA). Langkah ini diambil lantaran Tom ingin ada evaluasi terhadap proses peradilan yang dijalaninya.
"Kita ingin ada evaluasi, kita ingin ada proses apa namanya sebagai bentuk kritik ya dan dilakukan evaluasi agar ke depan tidak terjadi ini proses, karena siapapun bisa loh diperlakukan seperti ini. Nah, ini yang Pak Tom tidak ingin. Nah, dia merasa selama prosesnya dia dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai putusan dia di-backup sama masyarakat," kata pengacara Tom, Zaid Mushafi, mengutip detikcom, Senin (4/7).
Zaid menilai hakim bersikap tidak profesional atau unprofessional conduct dan justru mencari-cari kesalahan kliennya selama proses persidangan.
Sebagai informasi, perkara Tom diadili oleh hakim ketua Dennie Arsan Fatrika dengan anggota Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah.
"Jadi gini, seluruh majelis hakim yang memutus perkara Pak Tom ini karena tidak ada dissenting di situ adalah kita laporkan semuanya tentu. Namun yang menjadi catatan adalah ada salah satu hakim anggota yang menurut kami selama proses persidangan itu tidak mengedepankan presumption of innocent. Dia tidak mengedepankan asas itu. Tapi mengedepankan asas presumption of guilty," tutur Zaid.
"Jadi Pak Tom ini seolah-olah memang orang yang udah bersalah tinggal dicari aja alat buktinya. Padahal tidak boleh seperti itu proses peradilan," tambahnya.
Zaid menyebut pelaporan ini bukan bentuk balas dendam dari Tom, melainkan semangat untuk memperbaiki sistem hukum. Selain ke MA, Tom juga melaporkan majelis hakim yang menjatuhkan hukuman kepadanya ke Komisi Yudisial (KY).
Tak hanya itu, Tom juga melaporkan tim audit perhitungan kerugian negara ke Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Ombudsman.
Laporan ke Ombudsman tergister dengan nomor 56/VIIl/2025. Sedangkan lporan ke BPKP terdaftar dengan nomor 55/VIlI/2025.
(***)