RIAU24.COM -Sosok Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih sekaligus relawan garis keras Presiden Joko Widodo, kembali mencuri perhatian publik. Setelah sebelumnya nyaris adu jotos dengan pengamat politik Rocky Gerung di televisi nasional, kini Silfester melontarkan pernyataan keras dan bernada ancaman terhadap mantan Danjen Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko.
Dalam sebuah video yang viral di media sosial, Silfester tampak memancing kontroversi dengan menyebut nama Soenarko secara langsung, dan menyindir masa lalunya yang pernah terjerat kasus makar.
“Hei kumis tebal (Soenarko), kau pikir kita takut sama kau? Dulu kau ditangkap karena makar, bawa senjata. Jangan coba-coba mau adu domba bangsa ini,” kata Silfester dalam video yang diunggah akun Mosato TV, Minggu (6/7/2025).
Silfester menyebut ancaman pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang digulirkan oleh sejumlah purnawirawan TNI sebagai aksi politik yang tidak berdasar. Ia membandingkan kekuatan 300 purnawirawan itu dengan 96 juta pemilih Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
“Kalian itu tidak sampai satu TPS. Jangan besar kepala, suara kalian kecil sekali,” katanya dalam nada menantang.
Tak hanya itu, Silfester juga mengungkit peran Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang disebutnya pernah menjadi penjamin pembebasan Soenarko saat ditahan dalam kasus dugaan makar pasca demonstrasi 22 Mei 2019.
“Kalau bukan karena Pak Luhut yang jadi jaminan, kamu tetap ditahan. Jadi jangan merasa paling patriotik,” tegasnya.
Ketegangan dengan Rocky Gerung: Dari Adu Argumen ke Nyaris Adu Fisik
Nama Silfester Matutina sudah lebih dulu mencuat ke publik usai terlibat perdebatan panas dengan Rocky Gerung dalam sebuah acara debat politik yang disiarkan televisi pada Selasa (3/9/2024). Adu argumen yang awalnya berlangsung tajam berubah menjadi ketegangan fisik saat emosi Silfester memuncak.
Pemicunya adalah pernyataan Rocky yang menyindir loyalis Jokowi sebagai penjilat kekuasaan, dengan memelesetkan kutipan motivasi milik Hary Tanoesoedibjo.
“Success is not free, you have to ‘jilat’ for it,” ujar Rocky dengan nada satir.
Silfester langsung naik pitam, merasa dihina, dan membalas dengan menyerang sisi personal Rocky.
“Anda ini pecundang! Saya ini bukan penjilat. Saya pengusaha, saya lawyer, dan saya tidak dapat apa pun dari pemerintah!” teriaknya dengan nada tinggi.
Ketegangan memuncak ketika Rocky menuding Silfester "bodoh" dalam memahami prinsip demokrasi. Tak terima, Silfester bangkit dari kursi dan mendekati Rocky sambil memaki:
“Kau bodoh! Kau bangsat!” katanya, sebelum akhirnya dilerai oleh pembawa acara, Aiman Witjaksono.
Polarisasi Politik dan Gaya Komunikasi Agresif
Perilaku Silfester, yang berulang kali menempuh jalur konfrontatif dan emosional dalam menyampaikan pandangannya, menjadi potret tajam tentang bagaimana polarisasi politik di Indonesia kini menyusup hingga ke ranah personal.
Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai bahwa fenomena ini menunjukkan semakin tipisnya batas antara kritik politik dan ujaran bermuatan provokatif.
“Perdebatan boleh tajam, tapi kalau sudah masuk ke ranah penghinaan atau ancaman, itu bukan lagi demokrasi, tapi polarisasi beracun,” ujar Hendri kepada CNN Indonesia.
Gaya komunikasi Silfester dinilai tidak mencerminkan sikap negarawan atau relawan yang memperjuangkan demokrasi substantif. Alih-alih membangun narasi kebangsaan yang konstruktif, ia justru memperkeruh situasi dengan memicu ketegangan horizontal antara warga sipil dan purnawirawan TNI.
Respon Publik: Perlukah Batasan untuk Relawan Politik?
Meningkatnya tensi dalam ruang publik akibat komentar-komentar keras dari tokoh relawan seperti Silfester mendorong wacana baru soal pembatasan peran politik informal. Publik mulai mempertanyakan: sejauh mana relawan seperti Silfester dapat berbicara atas nama pemerintah atau kepala negara?
Beberapa aktivis sipil menyebut, sudah saatnya Presiden Jokowi dan lingkar kekuasaan memberi garis tegas terhadap relawan yang mengeklaim kedekatan politik, namun justru menciptakan kegaduhan.
“Jika dibiarkan, loyalis bisa berubah jadi liabilitas. Yang rugi bukan hanya pemerintah, tapi demokrasi secara keseluruhan,” kata analis komunikasi politik, Dedi Kurnia, menanggapi video Silfester.
Sementara itu, pihak TNI atau eks jenderal yang disebut seperti Soenarko belum memberikan pernyataan resmi atas tantangan terbuka dari Silfester. Namun tensi antara sipil-militer dalam wacana pemakzulan Gibran bisa semakin panas bila tidak segera diredam.
(***)