RIAU24.COM -Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memanggil Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon pada Rabu, 2 Juni 2025.
Legislator Senayan meminta klarifikasi Fadli atas berbagai kekisruhan yang terjadi belakangan ini, termasuk soal penulisan ulang sejarah.
Salah satunya adalah pernyataan Fadli tentang pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998 hanya rumor.
Dalam rapat bersama Komisi X DPR di Gedung Nusantara 1 kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat itu, Fadli mengatakan tujuan penulisan ulang sejarah adalah untuk memperbarui narasi sejarah yang belum pernah tersampaikan dan menghadirkan narasi positif sebagai upaya pemersatu bangsa di tengah perbedaan.
“Jadi tone-nya kita positif juga, mengembangkan termasuk pencapaian di dunia internasional yang luar biasa dengan konferensi Asia Afrika, gerakan nonblok, dan lain-lain gitu ya. Kita berharap sejarah ini sebagai pemersatu bangsa kita dari berbagai masing-masing perbedaan,” kata Fadli.
Fadli mengatakan penulisan sejarah oleh Kementerian Kebudayaan bertujuan menuliskan kembali narasi sejarah yang belum lengkap agar generasi berikutnya bisa lebih mengenal sejarah dari perspektif Indonesia.
Politikus Partai Gerindra ini juga menyebutkan penulisan sejarah untuk memperbarui apa yang telah ditulis dan mengisi kekosongan tulisan sejarah sejak 26 tahun terakhir atau sejak era Presiden B.J. Habibie.
Pembaruan ini termasuk mencari temuan data hukum, hingga peninggalan yang bersifat arkeologis untuk menguatkan fakta sejarah.
“Kita update ini termasuk temuan-temuan yang bersifat arkeologis, temuan sejarah yang lain, dan tone positif di dalam sejarah kita, dan perspektif Indonesia,” kata Fadli.
Dia menyebutkan saat ini proses penulisan sejarah masuk ke tahap uji publik dengan mendengarkan pendapat dan masukan dari profesional, sejarawan, akademisi dari perguruan tinggi, hingga arkeolog dan pemangku kepentingan sejarah lainnya.
Menbud juga tidak menampik adanya kritik pedas yang disampaikan padanya soal penulisan ulang sejarah, termasuk kasus sejarah yang terjadi pada Mei 98 yang menyangkut etnis tertentu.
Pada diskusi dengan beberapa fraksi Komisi X DPR, Fadli juga sempat mendapat kritik tajam karena dianggap tidak sensitif soal pemerkosaan yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998.
Menurut dia, penyampaian pendapat itu suatu hal yang wajar dan berharap masyarakat tidak menghakimi sesuatu yang belum selesai dan menunggu hingga penulisan selesai dibuat.
Dia juga menegaskan penulisan sejarah dibuat agar dijadikan suatu pelajaran jangan sampai sejarah kelam terulang kembali.
“Ini kita ingin ada satu yang menjadi tonggak, kita ini 80 tahun Indonesia merdeka dan baru ada lagi yang namanya Direktorat Sejarah, saya melihat bahwa kita membutuhkan sejarah, supaya anak cucu kita tahu sejarah,” kata Fadli.
(***)