RIAU24.COM - Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono menyebut angka prevalensi tuberkulosis atau TBC di Indonesia menjadi yang tertinggi kedua di seluruh dunia. Posisi ini satu tingkat di bawah India.
Dalam pemaparannya, Dante menyebut angka estimasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kira-kira sekitar ada satu juta orang lebih yang mengidap TBC.
"Angka estimasi WHO itu kira-kira sekitar ada 1 juta orang lebih, 1.090.000 yang diestimasi menderita TBC. Dan kita berhasil untuk melakukan identifikasi tahun ini menjadi sekitar 900 ribu," terang Dante dalam kegiatan public hearing yang diselenggarakan di Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025).
Setelah berhasil diidentifikasi, pasien dengan TBC mulai menjalani pengobatan dibantu oleh kader-kader di setiap daerah di Indonesia. Dante menyebut bahwa pengobatan TBC bukanlah pengobatan yang sederhana.
Sebab, pengobatan untuk pasien TBC harus dilakukan selama beberapa waktu, antara enam hingga sembilan bulan. Tetapi, saat ini Indonesia telah memiliki pengobatan baru yang bisa mempersingkatnya.
"Kalau kemarin rata-rata sembilan bulan, sekarang kita buat obat yang lebih ringkas lagi. Dengan teknologi yang baru lagi. Kira-kira enam bulan pengobatan tuberkulosis," jelas Dante.
"Dan pengobatan tuberkulosis ini tidak hanya sampai di situ kalau ingi diturunkan angkanya. Tetapi, diidentifikasi orang-orang yang ada di sekitarnya," lanjutnya.
Dante menjelaskan orang-orang yang tinggal bersama dengan pasien TBC disebut sebagai kontak erat. Mereka juga perlu diperiksa, agar dapat segera diobati jika memang mengidap TBC.
"Kalau ternyata dia negatif, dia harus tetap minum obat TBC. Namanya pencegahan tuberkulosis, TPT atau terapi pencegahan tuberkulosis," tutur Dante.
Dante mengungkapkan untuk mengidentifikasi dan merawat pasien TBC dilakukan secara bersama-sama dan melibatkan masyarakat, seperti kader. Sebab, menurutnya hal ini tidak bisa hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan.
"Ini secara bersama-sama dan mengikutsertakan masyarakat supaya awareness-nya, kesadarannya menjadi baik. Kalau yang mengerjakan tenaga kesehatan saja secara eksklusif, nggak mungkin. Kita dibantu ibu-ibu kader yang hebat," pungkasnya.***