Kenapa Jokowi Sembunyikan Ijazahnya? Transparansi atau Penipuan Terselubung?

R24/zura
Kenapa Jokowi Sembunyikan Ijazahnya? Transparansi atau Penipuan Terselubung?.
Kenapa Jokowi Sembunyikan Ijazahnya? Transparansi atau Penipuan Terselubung?.

RIAU24.COM - Isu keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali membelah opini publik. Meski Universitas Gadjah Mada (UGM) telah memberi klarifikasi resmi, keraguan tak serta-merta padam. Tak sedikit yang menganggap isu ini telah selesai secara administratif. 

Namun bagi Rocky Gerung, pengamat politik dan filsuf publik, persoalan ini justru baru dimulai: sebagai ujian etis atas demokrasi dan legitimasi moral seorang presiden.

“Yang ditagih bukan legalitas semata, tapi sikap etis. Bukan soal kejujuran moral saja, tapi soal komitmen seorang kepala negara terhadap prinsip dasar republik: tidak boleh ada rahasia di hadapan publik,” kata Rocky dalam diskusi di kanal YouTube miliknya.

Pernyataan Rocky menempatkan diskursus ini bukan semata di ranah hukum atau akademik, tetapi pada kedalaman moral politik. Dalam sebuah republik, kata dia, seluruh kepercayaan publik terhadap pemimpin dibangun atas transparansi. Bila ada data yang tak bisa diakses publik—apalagi menyangkut sejarah pendidikan presiden—maka yang terguncang bukan cuma dokumen, tapi kepercayaan terhadap institusi negara.

Klarifikasi dari UGM: Administratif Selesai, Publik Belum Puas

Universitas Gadjah Mada, melalui laman resminya, telah menegaskan bahwa ijazah Jokowi adalah sah dan asli. Bahkan seorang alumni Fakultas Kehutanan bernama Frono menyatakan bahwa bentuk ijazahnya identik dengan milik Presiden, hanya berbeda di nomor urut.

Namun, publik tak cukup puas dengan pernyataan satu arah ini. Tidak ada penampakan fisik ijazah, tidak ada pemaparan data akademik yang bisa diakses publik, dan belum ada ruang dialog terbuka antara pihak kampus dengan masyarakat yang mempertanyakan. Ini memperkuat argumentasi Rocky Gerung: bahwa republik tidak bisa dikelola dengan sikap tertutup.

“Kita tidak bicara pada siapa yang benar, tapi siapa yang terbuka. Karena dalam politik demokrasi, yang terbuka cenderung dipercaya, yang tertutup cenderung mencurigakan,” ucap Rocky.

Respon Hukum: Jokowi Lewat Pengacara Menolak Tudingan

Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, merespons dengan menyebut tuduhan terhadap ijazah Jokowi sebagai fitnah dan sesat pikir. Ia menyatakan, ijazah asli sudah ditunjukkan dalam proses hukum, namun tidak akan dipublikasikan karena alasan etika dan kepatutan.

“Kami sudah lihat ijazah aslinya. Tapi kami tidak akan publikasikan karena itu bukan konsumsi publik. Yang penting, semua proses hukum sudah sah,” kata Yakup.

Pernyataan ini justru menguatkan kritik Rocky Gerung: jika dokumen fundamental seperti ijazah bisa disembunyikan atas nama etika, maka yang dilanggar bukan hanya rasa ingin tahu publik, tapi prinsip dasar pemerintahan terbuka. Dalam sistem republik, tidak ada yang terlalu privat jika menyangkut legitimasi kekuasaan.

KPU Solo dan Langkah Investigasi

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo membentuk tim pencari data untuk menindaklanjuti gugatan hukum dari pengacara Muhammad Taufiq yang menyoal keabsahan ijazah SMA Jokowi saat mendaftar sebagai Wali Kota pada 2005 dan 2009. Mereka akan memeriksa ulang seluruh dokumen pendaftaran untuk memastikan validitas proses.

Langkah ini dianggap oleh sebagian pihak sebagai bentuk respons normatif, tetapi juga mencerminkan bahwa ada ruang administratif yang belum ditutup sepenuhnya. Bila dokumen sudah benar dan sah, mengapa harus menunggu desakan hukum untuk ditinjau kembali?

Mahfud MD: UGM Tak Perlu Terlibat Lebih Jauh

Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, menyatakan bahwa UGM cukup memberi klarifikasi dan tak perlu masuk terlalu dalam dalam polemik ini. 

“UGM bukan pemalsu, jadi tugas mereka cukup menjelaskan bahwa Jokowi adalah alumninya,” ujar Mahfud.

Namun pandangan ini bertentangan dengan semangat keterbukaan yang dimaksud oleh Rocky Gerung. Bagi Rocky, justru karena UGM bukan pemalsu, maka ia harus hadir sepenuhnya di ruang publik sebagai saksi akademik, bukan sekadar institusi yang membela alumninya.

“Kalau universitas hanya jadi juru bicara kekuasaan, maka kita tak sedang membicarakan dunia akademik, tapi propaganda,” cetus Rocky.

Masalah Etika Publik dan Legitimitas

Poin sentral dari kritik Rocky Gerung bukan pada benar atau salahnya isi ijazah, tapi pada cara negara merespons keraguan publik. Dalam demokrasi, kata dia, kepercayaan tidak dibangun dengan perintah atau klarifikasi tunggal, tapi dengan keterbukaan yang berlapis.

“Kalau memang benar, buka saja. Simpel. Kalau ada yang palsu, biar hukum yang bekerja. Tapi kalau yang benar tidak mau dibuka, maka kita sedang diajak masuk ke ruang gelap,” tambahnya.

Ini bukan soal teknis administrasi, tapi soal legitimasi. Karena jika kekuasaan dilindungi dengan kerahasiaan, maka yang terancam bukan hanya jabatan, melainkan kepercayaan publik terhadap seluruh sistem demokrasi.

Isu ijazah Jokowi seolah sederhana: sebuah dokumen akademik yang diragukan. Tapi dalam kacamata demokrasi, ini adalah barometer keterbukaan kekuasaan. Klarifikasi boleh dilakukan, tapi bila tidak disertai transparansi, maka publik akan terus bertanya. Dalam republik, keterbukaan bukanlah sikap ekstra. Ia adalah syarat utama agar kekuasaan tidak melahirkan kecurigaan.
 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak