RIAU24.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK bakal menghadirkan tiga orang saksi dalam sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa, termasuk mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Namun, Wahyu Setiawan mengaku tidak mengetahui sumber uang suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) DPR RI 2019-2024 eks kader PDI-P, Harun Masiku.
Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan apakah Wahyu mengetahui sumber dana suap yang diterimanya dari utusan PDI-P sekaligus eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio.
Uang suap yang Tio dapatkan berasal dari kader PDI-P, Saiful Bahri.
Baca Juga: TNI Buka Suara soal Dandim Depok yang Datangi Diskusi UI Malam-malam
“Apakah itu murni atau berasal dari Saiful sendiri atau ada orang lain yang mau menyerahkan duit itu pada saudara?” tanya jaksa KPK.
“Saya mendapat penjelasan dari Bu Tio bahwa uang itu dari Saiful, karena yang menyerahkan kepada saya itu Bu Tio, bukan Saiful langsung,” jawab Wahyu.
Menurut Wahyu, dalam diskusi yang dilakukan secara tatap muka, Tio tidak menjelaskan sumber dana tersebut.
“Apakah disampaikan juga dari mana sih uang itu sebenarnya sumbernya?” tanya jaksa KPK.
“Tidak dijelaskan pada waktu itu,” ujar Wahyu.
Beberapa waktu kemudian, jaksa KPK mempersoalkan jawaban Wahyu di muka sidang yang berbeda dengan berita acara pemeriksaan (BAP).
Menurut jaksa KPK, dalam BAP itu, Wahyu menyebut uang suap yang diberikan Tio terkait Hasto Kristiyanto.
Wahyu kemudian menyebut bahwa nama Hasto ia benarkan dalam konteks permohonan PDI-P secara resmi agar Harun lolos menjadi anggota DPR RI.
Surat dari PDI-P, kata dia, ditandatangani Hasto selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) partai.
“Tetapi saya tidak mengetahui dengan pasti sumber uang suap yang saya terima itu dari mana. Saya tidak bisa mengatakan mengetahui, padahal saya tidak mengetahui,” tutur Wahyu.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Ancam Cabut Izin Tambang Perusahaan Rusak Lingkungan
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
Pada dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sementara, pada dakwaan kedua ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.