RIAU24.COM - Menjelang pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Riau, dinamika internal partai mulai menghangat. Dua nama yang mengemuka dalam bursa calon Ketua DPD I Golkar Riau adalah Wakil Ketua DPRD Riau, Parisman Ihwan, dan Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto. Meski keduanya dinilai memiliki kapasitas, posisi mereka kini bergantung pada dinamika aturan internal partai.
Kader senior Partai Golkar, Erizal Muluk, menegaskan bahwa keputusan akhir terkait ketua DPD I Golkar Riau berada di tangan para pemilik hak suara. “Yang punya hak memilih itu DPD kabupaten/kota se-Riau, ditambah ormas pendiri dan didirikan, organisasi sayap, Dewan Pertimbangan, DPD I, dan DPP,” ujar Erizal saat diwawancarai, Kamis (17/4/2025).
Menurut dia, selama syarat pencalonan sesuai dengan AD/ART dan petunjuk pelaksana (juklak), maka siapapun bisa maju. Namun, apabila ada calon yang tidak memenuhi syarat, keputusan selanjutnya berada di tangan DPP. “Bisa saja berubah lewat Munas atau Rapimnas,” ucap mantan Wakil Wali Kota Pekanbaru tersebut.
Salah satu poin krusial dalam AD/ART Golkar adalah bahwa calon ketua harus pernah menjadi pengurus partai minimal lima tahun, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Syarat ini disebut-sebut menjadi tantangan tersendiri bagi SF Hariyanto, yang relatif baru dalam struktur pengurus partai.
Meski demikian, Erizal tidak menampik kemungkinan adanya perubahan aturan jika DPP menghendaki figur tertentu. “Tergantung DPP. Kalau mereka menginginkan sosok tertentu, aturan bisa saja disesuaikan. Politik itu dinamis, dan kepemimpinan partai tidak terlepas dari urusan kekuasaan,” tuturnya.
Ia menilai baik Parisman maupun SF memiliki modal politik dan pengalaman birokrasi yang cukup. “Wakil Ketua DPRD atau Wakil Gubernur, keduanya punya peluang dan basis massa masing-masing. Tapi, siapa tahu nanti muncul kuda hitam,” katanya.
Sejumlah nama lain, seperti anggota DPR RI Yulisman dan Karmila Sari, juga sempat disebut-sebut. Menurut Erizal, keduanya juga memenuhi syarat dan berpotensi menambah dinamika Musda.
Meski banyak nama beredar, Erizal menekankan pentingnya Musda yang berjalan demokratis dan kompetitif. Ia tidak menyarankan mekanisme aklamasi, karena dikhawatirkan akan menimbulkan friksi antar kader. “Lebih baik ada pertarungan sehat seperti dulu. Jangan sampai muncul pengkotakan. Pilkada dan Pemilu sudah selesai, ini waktunya kembali bersatu,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar semua kader tetap solid dan tidak membawa kepentingan pribadi ke dalam proses politik partai. “Kalau ada yang ancam pindah partai karena beda pilihan, itu hanya gertakan politik. Yang penting sekarang adalah membesarkan partai, bukan memperjuangkan kepentingan masing-masing,” ujarnya.
Terkait peluang SF Hariyanto, Erizal menilai semua bergantung pada keputusan DPP. “Kalau aturan tak berubah, ya SF tak bisa maju. Tapi jika diubah, jalannya terbuka. Kita tunggu saja bagaimana sikap DPP nanti,” ungkapnya.
Musda Golkar Riau diprediksi akan berlangsung menarik, terutama jika berlangsung tanpa intervensi perubahan aturan. Di tengah menguatnya dua nama utama, harapan akan lahirnya pemimpin baru yang mampu menyatukan kader dan memperkuat posisi partai di Riau pun terus bergulir.
“Siapa pun yang terpilih nanti, saya berharap dia adalah sosok yang mampu membesarkan partai, bukan hanya mengejar jabatan. Ia harus menyatukan kader, melakukan evaluasi, dan membawa Golkar lebih baik ke depan,” tutup Erizal Muluk.