RIAU24.COM - Amerika Serikat menginginkan kesepakatan nuklir secepat mungkin, pernyataan Iran pada Sabtu (12 April).
Hal ini terjadi saat kedua negara mengadakan pembicaraan tingkat tinggi yang jarang terjadi selama akhir pekan yang bertujuan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir satu dekade setelah kesepakatan penting tahun 2015.
Sudah hampir enam tahun setelah AS menarik diri dari perjanjian sebelumnya selama masa jabatan pertama Presiden Donald Trump.
Berbicara setelah pertemuan di Muscat, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan Washington telah menyatakan keinginan untuk mencapai kesepakatan positif yang dapat dicapai sesegera mungkin.
Namun, ia mengakui bahwa mencapai kesepakatan tidak akan mudah dan akan membutuhkan kemauan dari kedua belah pihak.
"Saya kira kita sudah sangat dekat dengan dasar untuk berunding. Baik kita maupun pihak lain tidak menginginkan perundingan yang sia-sia, diskusi demi diskusi, pemborosan waktu atau pembicaraan yang berlarut-larut," katanya kepada televisi pemerintah Iran.
Pembicaraan Iran-AS
Pembicaraan yang difasilitasi oleh Oman tersebut melibatkan Araghchi dan utusan khusus Trump, Steve Witkoff, seorang pengembang real estate yang beralih menjadi diplomat, baik secara tidak langsung maupun dalam momen tatap muka singkat.
Hal ini menandai kontak tingkat tertinggi antara kedua negara sejak AS menarik diri dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015.
Meskipun diskusi sebagian besar dilakukan melalui perantara Oman, kedua belah pihak melaporkan nada yang konstruktif.
Gedung Putih menggambarkannya sebagai sangat positif dan konstruktif, dengan pendekatan langsung Witkoff dibingkai sebagai langkah maju dalam mencapai hasil yang saling menguntungkan.
Presiden Trump, saat berbicara di atas Air Force One, menyampaikan nada bicara yang lugas, "Saya rasa semuanya berjalan baik. Tidak ada yang penting sampai Anda menyelesaikannya."
Kenapa sekarang?
Urgensinya jelas terlihat.
Iran telah mengalami tekanan ekonomi yang meningkat dan berharap keringanan sanksi.
Dari sudut pandang Washington, prioritas utama tetap mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
Laporan IAEA terbaru mengungkapkan bahwa Iran memiliki 274,8 kg uranium yang diperkaya hingga kemurnian 60 persen, sangat mendekati tingkat senjata yaitu 90 persen.
(***)