RIAU24.COM -Gempa berkekuatan magnitudo 7,7 yang berada pada kedalaman 10 km (6,2 mil) terjadi di Myanmar pada Jumat (28/4/2025) sekitar pukul 13:00 waktu setempat.
Pusat gempa berada sekitar 17 km dari Mandalay, kota berpenduduk sekitar 1,5 juta jiwa.
Data Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) menyebut gempa susulan berkekuatan magnitudo 6,4 tercatat 12 menit kemudian di lokasi terdekat berjarak sekitar 60 kilometer. Beberapa gempa yang lebih sedang muncul setelahnya.
Gempa juga dirasakan hingga ke wilayah tengah dan utara Thailand, termasuk Bangkok hingga terasa provinsi Yunnan barat daya China, yang berbatasan dengan Myanmar.
Gempa tersebut merupakan gempa kembar atau doublet earthquake, yakni dua peristiwa gempa bumi yang memiliki magnitudo hampir sama, terjadi dalam waktu dan lokasi pusat gempa yang relatif berdekatan.
Berikut adalah fakta-fakta terkait gempa tersebut, seperti dikutip Riau24.com pada Sabtu (29/3/2025):
Asal Mula Gempa
Episentrum gempa terletak sekitar 17,2 km dari Mandalay, Myanmar. Menurut Survei Geologi Amerika Serikat, gempa terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal, 10 km, sekitar pukul 12.50 siang waktu setempat.
Gempa susulan berkekuatan magnitudo 6,7 kemudian menyusul, serta beberapa gempa sedang.
Gempa tersebut terasa di seluruh wilayah, dengan guncangan dilaporkan dari India di sebelah barat dan Tiongkok di sebelah timur, serta Kamboja dan Laos.
Di ibu kota Thailand, Bangkok, orang-orang dievakuasi dari gedung-gedung dan ke jalan-jalan. Menurut USGS, gempa bumi cukup sering terjadi di Myanmar, dengan enam gempa besar berkekuatan 7,0 atau lebih mengguncang daerah dekat Sesar Sagaing - yang membentang dari utara ke selatan melalui pusat negara - antara tahun 1930 dan 1956.
Sesar Sagaing "telah lama dianggap sebagai salah satu sesar geser paling berbahaya di Bumi" karena kedekatannya dengan kota-kota besar Yangon dan Mandalay, serta ibu kota Naypyidaw, tulis ilmuwan gempa Judith Hubbard dan Kyle Bradley dalam sebuah analisis.
Sesar tersebut relatif sederhana dan lurus, yang menurut para ahli geologi dapat menyebabkan gempa bumi yang sangat besar, mereka menambahkan.
Kerusakan Akibat Gempa-Korban Tewas
Pada Sabtu (29/3/2025) siang pukul 12.03 Junta militer melaporkan, jumlah orang meninggal bertambah menjadi 1.002 orang. Sedangkan jumlah korban luka di Myanmar melonjak menjadi 2.376 orang, dilansir dari AFP dan BBC.
Melansir laporan The New York Times yang mengutip Pemodelan oleh Badan Geologi dan Pemetaan AS (USGS), perkiraan jumlah korban tewas kemungkinan akan melampaui 10.000, dan bahwa ada kemungkinan gempa tersebut memakan jumlah korban yang jauh lebih tinggi.
Setidaknya tiga orang juga tewas di kota Taungoo ketika sebuah masjid runtuh sebagian, dengan setidaknya dua orang lainnya tewas dan 20 orang terluka setelah sebuah hotel runtuh di Aung Ban.
Sebuah rumah sakit di Naypidaw, yang telah menelan ratusan korban, menyatakannya sebagai "daerah dengan korban massal". Pintu masuk unit gawat darurat rumah sakit juga runtuh menimpa sebuah mobil, sehingga petugas medis harus merawat korban luka di luar.
Warga di Myanmar juga melaporkan beberapa bagian dinding dan langit-langit bangunan berjatuhan, sementara jalan retak dan sebuah jembatan runtuh di Jalan Tol Yangon-Mandalay.
Jembatan Ava di atas Sungai Irrawaddy juga hancur, kata media pemerintah Myanmar. Mereka menambahkan bahwa gempa tersebut menyebabkan bangunan runtuh di lima kota besar dan kecil.
Sebuah gedung pencakar langit 30 lantai yang sedang dibangun di Bangkok juga runtuh, menyebabkan tiga orang tewas dan 81 lainnya hilang dan diyakini terjebak di bawah reruntuhan. Di Chiang Mai, listrik sempat padam.
Menurut laporan media China, rumah-rumah rusak di provinsi Yunnan dan Sichuan di China, dengan beberapa orang juga terluka di kota Ruili.
Alasan Bangkok Hancur Meski Ratusan Kilo dari Episentrum Gempa
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengungkapkan kerusakan masif di Bangkok terjadi karena efek vibrasi periode panjang (Long Vibration Period) yang mana rawan terjadi di tempat-tempat yang tanahnya lunak dan lapisannya tebal, seperti karakteristik di Ibu Kota Negara Thailand tersebut.
"Bangkok itu tanah endapan, akan resonansi," terang Daryono kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (28/3/2025).
"Endapan sedimen tanah lunak tebal di Bangkok dapat merespon gempa dari jauh hingga membentuk resonansi yang mengancam gedung-gedung tinggi," tambahnya.
Laporan BMKG menyebut berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi ini merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas Sesar Besar Sagaing. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi ini memiliki mekanisme mendatar (strike-slip).
Daryono kemudian menyebut bencana serupa sempat terjadi pada tahun 1985. Saat itu terjadi gempa dahsyat di zona subduksi Cocos berkekuatan M8,1 yang berpusat di pantai Michoacan, Meksiko.
Tanggapan Junta Militer Myanmar
Dalam permintaan yang jarang terjadi, junta militer Myanmar meminta bantuan kemanusiaan internasional dan mengumumkan keadaan darurat di enam wilayah dan negara bagian, termasuk Naypyidaw dan Mandalay.
Min Aung Hlaing di televisi pemerintah mengatakan ia telah membuka rute untuk bantuan internasional dan telah menerima tawaran bantuan dari India dan blok Asia Tenggara ASEAN.
Tanggapan Pemerintah Thailand
Bangkok juga dinyatakan sebagai zona darurat, dengan beberapa layanan kereta api dan kereta ringan dihentikan sementara. Taman-taman tetap dibuka semalaman bagi mereka yang tidak dapat tidur di rumah.
Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra, yang mengunjungi lokasi runtuhnya gedung pencakar langit, mengatakan bahwa "setiap bangunan" perlu diperiksa keamanannya.
(***)