Kemenkes Geram, Minta 'Tradisi' Iuran Mahasiswa Baru Di  PPDS Undip Dihapus 

R24/zura
Kemenkes Geram, Minta 'Tradisi' Iuran Mahasiswa Baru Di  PPDS Undip Dihapus. (Ilustrasi)
Kemenkes Geram, Minta 'Tradisi' Iuran Mahasiswa Baru Di  PPDS Undip Dihapus. (Ilustrasi)

RIAU24.COM - Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko mengakui ada iuran untuk mahasiswa baru Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di PPDS anestesi Undip sebesar Rp 20-40 juta. 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta 'tradisi' iuran itu dihapus.

Baca Juga: Pertandingan Berlangsung, Plafon Venue menembak PON ACEH-SUMUT Ambruk

"Harus (dihapus), karena ini tidak ada (iuran). (Iuran) pengeluaran yang tidak resmi dan tidak ada hubungannya pendidikan yang telah ditetapkan," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada detikcom, Minggu (15/9/2024). 

Siti menjawab pertanyaan apakah tradisi iuran ini perlu dihapus dan ditelusuri lebih dalam.

Siti mengatakan Kemenkes berkomitmen untuk menghapuskan perundungan dari pendidikan kedokteran.

Bila investigasi sudah tuntas, ia berharap para pelaku diberi hukuman setimpal.

"Kita akan tetap komitmen untuk menghilangkan perundungan dan investigasi bisa dituntaskan sehingga pihak-pihak pelaku perundungan mendapatkan sanksi yang setimpal," kata Siti.

Sebelumnya, Fakultas Kedokteran Undip mengakui ada iuran sebesar 20-40 juta bagi mahasiswa baru PPDS.

Padahal, Yan selaku dekan FK, mengaku pernah membatasi iuran itu dalam surat edaran pada 25 Maret 2024. 

Dalam surat edaran terkait pencegahan perundungan itu, iuran bagi mahasiswa PPDS dibatasi hanya Rp 300 ribu.

Baca Juga: Ngaku Nebeng Tapi Teman Pemilik Jet Pribadi Inisial Y Tak Ikut, Pandji Prawaksono: Kayaknya yang Bego Gue Deh!

"Saya melihat apa yang disampaikan tadi terkait iuran kalau kita mendengarkan pelaku terkait iuran mereka akan menjelaskan rasional kenapa harus iuran. Tapi saya tahu setahu-tahunya bahwa di balik rasional pembenaran Anda, Anda itu maksudnya pelaku," kata Yan Wisnu di Aula FK Undip, Tembalang, Semarang, dilansir detikJateng, Jumat (13/9/2024).

"Itu tidak bisa diterima oleh publik sehingga saya merasa itu memang harus dihapuskan," kata Yan.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak